MASUK HIMPUNAN
Tiada cara lain masuk himpunan itu selain dengan Ospek jurusan. Di jurusan Biologi
mungkin namanya agak ‘lembut’, kau bisa mendengar kata yang indah di sana: DIKSAR.
Pada dasarnya kegiatan semacam ini, untuk mahasiswa yang berpandangan positif,
adalah salah satu cara untuk lebih merekatkan hubungan sesama angkatan. Maklum,
kehidupan PTNQTA itu sering menuntut kemandirian, sehingga tak jarang melahirkan
manusia individualis, egois, kurang humanis hingga akhirnya melahirkan kisah miris nan tragis.
Di kegiatan semacam ini kita
menjadi tahu sedikitnya karakter teman-teman. Memang untuk yang berkepribadian
kuat, ditekan dalam situasi apapun, dia tetap bisa hadir sebagai pribadi yang
penyayang, penyejuk.
Walau ritual squad jump,
jalan bebek di tanjakan, push up, sit up, dibawah bentakan-bentakan senior
layaknya sirine salah tujuan. Maka untuk si pribadi ‘bunda Theresa’ tetap hadir
sebagai penyejuk.
Saat teman-teman lelah fisik
dan mental. Tipe ini datang dengan suara mendesah, lembut, menggoda:
“Minum? Permen? Lapar?
Roti? Rendang? Mie Ayam? Jus jeruk? Es campur? Es doger?”
Hingga situasinya nampak
absurd. Ini Ospek atau restoran?
Lain waktu suara mendesah,
lembut ini berbunyi mencoba membangkitkan gairah temannya yang loyo.
“Masih kuat kan? Ayo...
pasti bisa! Istirahat dulu? Perlu pijat? Sauna?”
Aku juga bingung, ini
ospek atau Spa?
Ketika senior
mendatanginya dengan gaya marah, dengan ramah si ‘Dewi Pengasih’ ini menjawab:
“hati-hati ya mas, mbak, kami ini dalam posisi teraniaya, jika kami berdoa,
maka doa kami makbul.”
“Maksud, kamu apa?
Ngancam?”
“Mana berani saya
mengancam, kakak yang mulia? Saya cuma menyampaikan hal penting, karena saya
juga sayang kakak-kakak.”
Ah! Seandainya benar jaman
dulu ada orang gila seperti ‘Dewi Pengasih’ ini ikut ospek, pasti dunia kampus
terasa damai tentram. Tapi tentu saja tak akan ada kesan mendalam tentang
ospek.
***
Korban Ospek
Sampai hari ini, korban jiwa karena Ospek di
berbagai perguruan tinggi, tetap saja
menghadirkan angka statistik yang ajaib. Aneh juga, karena kesalahan seperti
ini sering terulang. Sebenarnya aku malas mengingatnya. Tapi tidak bisa lupa.
Ketika seorang mahasiswa baru polos lugu, tertindas memasrahkan jiwa raganya
pada senior, kita tak bisa menutup mat begitu saja.
Entah seperti apa Ospek PTNQTA saat ini. Aku harap, ospek tidak lagi berisi kekerasan yang hanya
menanamkan luka dalam, dendam membara.
Syukurlah separah-parahnya
Diksar, paling banter hanya meninggalkan luka lecet di panggul akibat diet
maksa saat episode survival. Cukuplah kita menderita panggul tanpa daging yang
menyangga ikat pinggang tentara tempat menggantungkan botol minum. Bagiku
cukuplah seperti itu.
Karena ada siswa yang
proses menjadi kurusnya mengerikan. Ibarat awalnya dia berupa ‘bacang’, lalu lemaknya tergerus hingga menjadi ‘lontong’ lalu menjadi ‘loli
pop’. Besar di bagian
kepala, dan tipis dibagian batangnya. Mengerikan!
Maka kau bisa menebaknya,
saat senior menyuruhnya membuka gasper tentara yang besar itu, seorang senior
langsung berteriak:
“Aku bilang buka
gaspernya! Bukan buka celananya!”
Yah, bagaimana lagi,
pinggangnya telah hilang untuk menyangga celananya! Jadi dia harus dibantu tali
rafia agar bisa melakukan aktifitas berikutnya.
Tapi aku bisa mengingat hal manis lain, suara temanku yang selalu optimis dibalik sifat
pasrahnya saat dijajah. Katanya: “Asyik! Sekarang aku bisa pake jins super ketat
lagi.”
Segalanya memang selalu ada
hikmahnya, bukan?
***