Sabtu, 22 Maret 2014

WC


Entah bagaimana sejarahnya, kata ‘Kamar kecil’ menjadi kata ‘sopan’ untuk WC, padahal kamar pas, ruang ATM, telepon umum (zaman dulu) pun memiliki ukuran yang kecil. Tapi memang sesuai fungsinya, semua harus dapat dibedakan bukan? Sekalipun ukuran dan interiornya nyaris sama.
 Kata  ‘ke belakang’ adalah kata sopan untuk izin ‘pipis’. Apa karena itu sesuatu yang berbau ‘belakang’ mempunyai konotasi ganjil? Seperti kalimat
‘siapakah tokoh dibelakang’? / Tokoh di belakang layar
‘Ada udang di ‘belakang’ batu’.
Kalau urusan mau lancar kau bisa mengurusnya di bagian belakang.
Puluhan PSK terjaring saat berkencan dengan para hidung belakang. (terlalu maksa, halag)

Maka rasanya jadi paslah bila kata ‘belakang’ diasosiasiakan dengan WC. Suatu tempat untuk membuang racun atau kotoran. Sebagaimana kata ‘belakang’ yang mengalami difersifikasi arti, WC-pun mengalami difersifikasi fungsi, seperti:
1.       Tempat yang dianggap anggap aman melakukan ‘perbulian’.
2.       Tempat menyimpan kunci jawaban saat UAN atau ulangan.
3.       Tempat menghukum anak sekolah. Biasanya anak-anak bandel itu dihukum diberi tugas membersihkan WC sekolah.
4.       Tempat anak sakau memenuhi kebutuhan setan dalam dirinya (narkoba)
5.       Tempat memadu kasih, tepatnya memuaskan nafsu sesat (modus pasangan ‘hemat’)
6.       Mengoreksi dandanan.

Karena fungsinya menjadi berubah tidak sesuai takdirnya, masuk akal saja jika banyak cerita seram/horror yang beredar di WC-WC. Kamu pikir setan-setan disana ikhlas atau baik-baik saja bila kenyamannannya di ganggu dengan adegan-adegan tak senonoh?


Konon jenis dedemit itu memfavoritkan tempat gelap, lembab, basah untuk berdiam. Pernah dengar cerita seorang gadis masuk WC di BIP sehabis midnite, dia memergoki seorang wanita sedang menjilati pembalut berdarah segar, dia menyeringai menengok kea rah si gadis. Memperlihatkan gigi dan mulutnya yang berlumuran darah. Memandang wajah si gadis yang sontak pucat pasi.

Translator: