PUTRI. 3.
SI BOLA BEKEL
Tap. Telpon genggamku mati.
Alamak! Naik tangga? Setelah marathon yang diteruskan dengan sprint lalu naik
tangga? Bagus! Setidaknya kalau aku sampai dipecat dini, aku sudah berlatih
menjadi atlit.
Aku langsung lari menuju tangga
darurat. Dua anak tangga aku lalui sekaligus.
Lantai delapan.
Pfuh... akhirnya sampai juga. Tepat
di depan pintu Lift nakal itu. Kuhela
nafasku. Oksigenku harus cukup, sebab aku akan menghadiri rapat pertamaku, sebagai pekerja magang di
perusahaan iklan.
Sampai diantai ruang rapat,
aku diam sejenak. Menghirup nafas
setenang mungkin. Saat yang sama, di depanku pintu lift membuka. Dia, lelaki misteriusku keluar dari sana . Sial! Liftnya
berarti membuka saat aku lari tadi. Ya Tuhan kenapa kau biarkan aku
menyia-nyiakan tenagaku? Kenapa kau biarkan aku melewati kesempatan berdua
dengannya di lift. Sial.
Dia, si tampan itu, melihatku. Aku tak tahu rupaku seperti apa.
Yang ku tahu dia menengok ke arah lain. Tapi lewat cermin dekorasi, aku tahu
dia tersenyum dan matanya mengkerut. Dia pasti menyorakiku karena berlari-lari
lewat tangga, sementara liftnya ‘baik-baik’ saja. Sialan.
“Qon...!” dari jauh Kamila, teman
baruku yang cantik, mengibaskan
tangannya dengan anggun. Gayanya yang berkelas selalu membuatku berangan-angan,
andai aku seperti dia, maka akan seperti apakah dunia di sekelilingku?
Dengan terburu aku memasuki ruang
rapat yang sempit.
“Qon, Gimana sih?” Tanya pak Rudi
mengaggetkanku. Dia adalah seniorku. Pria botak bertubuh atletis.
“Maaf sodara-sodara... hehe..”
aku bisa dengar tawaku mulai salah nada.
“Yah sudah lengkap. Pak Jan ini anak bawang itu. Qonita, pak Jan adalah
pemilik usaha ini. Pak Jan baru balik
dari bawah laut.” Bu Kim mengenalkan seorang yang nampak akrab di benakku. Si
muka pucat nan tampan yang misterius itu!
“Haaa...?” jantungku berdenyut
lebih cepat, tak teratur, dan mungkin mau loncat dari selubungnya. Tuhan!
“ya ampun Qon, hapus muka bodohmu!” Kamila berbisik
gemas ditepi telingaku.
Maka begitu bisikan Kamila
berhenti, segera wajahku kuputar seratus derajat, menjadi senyum Zombi. Tapi
aku masih mendengar bisik gemas Kamila
“dasar kampungan.”
“Mana konsepnya?” Lalu volume
suara Kamila beranjak normal. Kamila nampak tersenyum manis. Tapi aku tahu
sebenarnya dia tak sabar menghadapi gaya
patungku. Terhadapku, Kamila selalu tak sabar. Tapi tunggu dulu, dia bilang apa
tadi?
Konsep? Konsep apa?
Aku baru sadar dan membuktikan
bahwa jatuh cinta adalah penyebab utama kebodohan. Ternyata kebodohan bukan
karena faktor genetis atau kesalahan kurikulum pembelajaran. Karena begitu
melihat pak Jan, lelaki misteriusku, otakku langsung berhenti bekerja. Jatuh
cinta bisa jadi penyebab salah satu kerusakan otak. Kini aku sedang
merasakannya.
“Dia telah menyiapkan dengan
detil pak.” Suara Kamila terdengar empuk. Aku melirik Kamila. Apa maksudnya ‘menyiapkan dengan detil’? Bukankah
semua konsepnya Kamila yang menyanggupi untuk membuatnya? sebagai tim
kami telah menyepakatinya. Aku sudah
menangani bagian survey pasarnya. Dia yang merancang konsepnya.
Hah! Ini pasti serangan dhuha
(bukan fajar). Karena aku melakukan pencegahan ‘pencurian hak intelektual dan kreatifitas’ dengan menolak
mengirimkan file rancanganku –yang belum
aku buat-! Karena aku baru tahu manusia seanggun Kamila ini adalah mahluk jadi-jadian di kantorku. Srigala berbulu
domba. Parahnya aku pernah terkena tipu olehnya. Maksudku masuk perangkapnya,
saat pertama dulu kukirimkan file gambar konsepku, keesokan harinya aku
menemukan gambar kamila dengan alur konsepku di layar ‘promosi kreasi terbaru’
untuk para desainer iklan junior.
Aku harus bagaimana? Berteriak
pada semua yang hadir dan bilang bahwa itu karyaku yang dibajak? Apa buktinya?
Gambarku dan gambar Kamila sangat berbeda gaya .
Jadi saat aku dipanggil untuk
mempresentasikan iklanku dengan gambarku yang ‘serupa tak sama’ apa yang harus
aku lakukan?
Saat itu aku cuma bisa bilang “Maaf…”
“Cepatlah Qon...!” kini suara tak
sabar bu Kim terdengar diujung meja.
“Oh... eh...” kuketikan dengan
cepat sesuatu yang melintas di kepalaku. Semua yang hadir disini bisa
melihatnya melalui dinding layar.
“Haaa... apa yang kau buat?”
Tanya pak Rudi keras seperti biasanya.
“Nah itu... yang tulisan ‘iklan
susu!’” Kamila menujuk dengan laser dari bangkunya. Sial! Kenapa penunjuk
kursor lesernya ada ditangannya?
Aku tak yakin. Tuhan, benarkah
aku baru saja mengetikkannya? Tuhan pasti tahu. Tuhan... katakan pada mereka...
Aku menarik nafas. Tenanglah, aku
pasti bisa. Ini dia prolog iklannya.
SUSU
oleh
QONITA
Dari:
CITRA INDAH C.O
Partner anda untuk ek$i$
Latar belakang
Kejenuhan pasar
terhadap produk yang sama
Tujuan
Merekayasa pencitraan
terhadap ASI isi ulang
Konsep:
Adegan 1:
?
?
“Dasar narsis!”
Wajahku merona.
“Huuuuf...” seorang senior
wanita, mbak Runi, melorot dari
sandarannya.
Aku mengkerut.
“Hahahaha... lucu... kalo dari
jauh terbaca ‘Susu Qonita’” kulihat Rudi
dengan suara kerasnya sambil menyenggol
teman sebelahnya.
Aku malu.
“Hahahaha...” temannya
menggeleng-geleng kepala.
Aku malu sekali.
“Lha adegan-adegannya mana?”
“Apa-apaan ini?” Lidah api bu Kim, bergerak. Maka
gempalah! Maksudku pasir diotakku menerjemahkannya seperti gempa. Kau tak usah
bingung, aku sering mengalami keanehan seperti ini. Sebuah respon berlebihan
dari kepanikan akutku.
Oh Tuhan! duhai Maha Kreatif...
kenapa Kau tidak menciprati aku dengan setetes inpirasi saja?
Tak ada jawaban dari Tuhan. Tapi
aku diam saja. Aku tunggu Tuhan meneteskan anugerah inspirasi di otak pasirku.
Kini kurasakan kejatuhanku. Aku
tak punya ide apapun. Sepertinya otakku ini hanya berisi pasir. Pasir yang akan
mengalir lewat telinga saat aku memiringkan kepalaku.
“Te... te... tenang
sodara-sodara.” Aku mulai mencium angin kekacauan di meja ini. Hanya Kamila
yang tersenyum. Kamila tersenyum? Oh... oh... aku mencium bau busuk
dikepalanya.
“Masih ada,...” Kumainkan
kursorku. Tuhan, jika kau tak mengabulkan doaku, setidaknya Kau kabulkanlah doa
ibu Ratija, ibu kesayanganku yang aku yakin dia sedang sujud dhuha,memohon
padaMu untuk kelancaranku hari ini.
Gambar
1 : Pose ibu
menyusui balita.
Gambar
2 : Pose sapi
menyusui anaknya.
Gambar
3 : Pose Sapi
menyusui anak manusia.