Yaaaa… gitu deh…
Ngono yo ngono
ning ojo ngono…
Pokoknya sesuatu
bangeut…
Kampseupay…
Demikianlah puisi kita hari ini.
Tapi jika kau ingin lebih kreatif dengan merangkaikan
kata-kata hingga semua kata yang tak jelas artinya ini sedikit memiliki makna,
mari kita coba:
Bahasa itu sesuatu
bangeut keberadaannya saat ini. Karena kehadirannya, seseorang yang di
cap Kamseupay, akan lebih mengerti situasinya mengapa ia disebut kamseupay. Namun demikian Bahasa kita sering kali
berbunyi tiada arti, seperti Ngono yo ngono ning ojo
ngono (gitu ya gitu tapi jangan gitu). Apa ada diantara kalian yang
mengerti maksudnya ? anehnya, kebanyakan orang mengerti maksudnya tanpa
bisa mengungkapkan dengan penjelasan jelas, dan kata-kata yang ‘normal’. Kalau
ditanya apa sih maksudnya Ngono yo ngono ning ojo ngono…
jawabnya ga kalah absurd : Yaaa… gitu deh. !.
Inilah gambaran
bahasa kita. Komunikasi yang dibangun dengan budaya lisan dalam masyarakat seolah melupakan kemampuan masyarakat dalam menyerap budaya literasi. Bahkan sangking hebatnya budaya lisan kita,
kita cukup membunyikan sebuah kata tanpa arti, dan hebatnya lawan bicara kita
mengerti maksudnya. Seperti dialog di bawah ini.
Bapak : Bu, tahu ga anunya bapak
di tarok di mana (sambil mengelus jenggot yang tumbuh tanpa dikehendaki. Maksudnya
pasti cukuran jenggot)
Ibu : Anunya pasti di simpen di anulah.
Bapak : Ga ada bu, pasti si Ade dah nemuin
trus mainan, sampe lupa anunya di mana.
Ibu : Oh, ya ! ibu liat kemarin
buat nyukur si Meong. Ade…. ! Huuh, coba kalo bapak ga anu
sembarangan pasti ga susah nyarinya !
*_* :’(
Bahasa jujurnya,
inilah gambaran masyarakat yang kurang menyerap budaya literasi. Hal ini
tergambar dalam kemampuan industri penerbitan menerbitkan naskah atau buku. Di
Inggris konon sebulan bisa terbit 500
judul buku. Sedang di sini cukup 50 judul saja. NAH.
Jadi salah siapa
jika hari ini bahasa kita berkembang seperti ini ?
Salah Anu !
Tidak ada komentar:
Posting Komentar