PUTRI. 13
SANG BINTANG JATUH
“Qonita! ‘rapat jarak jauh’ di ruang audio!” Kamila, seperti biasa, memberi
kejutan –sengatan listrik, 4786 watt.[1] Ajaibnya aku masih hidup! Sengatan listrik itu hanya
membuatku shock, bingung, dan panik mendadak. Sementara bisa diperkirakan, pasir dalam otakku mendadak gosong.
“Ha?!”
aku harus ekstra berhati-hati, terutama setelah dipergoki aku numpang di mobil pak Jan. Bisa jadi
Kamila iri, cemburu, berburuk sangka. Pendeknya Kamila tambah sebal padaku.
“Hapus
muka bodohmu! merusak citra perusahaan saja.” Dia menarikku tanpa persiapan.
Di
ruang auditorium, telah menanti beberapa kru kami. Tring! Aku baru ingat, ini adalah pertemuan dengan pihak produsen
susu isi ulang itu. Proposal yang aku buat saat hari naas itu! Tapi aku sudah
mengirimkannya bukan?
Aku
lirik Kamila. Benar dugaanku, dia sepertinya sedang menyimpan senyum
kemenangan. Dia pasti sedang menjebakku, lagi.
“Dan
Ini hasil pekerjaan anak baru kita. Adik kita yang manis, Qonita.”
Tiba-tiba
lampu sorot menghujaniku. Tepuk tangan bergema, lagu klasik The Queen ‘We are The Champion’ mengumandang.
Aku
pasti mimpi. Pasir dalam otakku pasti kumat. Mereka salto dan membuatku
mengalami dilusi optik.
Kamila
menyeretku naik ke atas mimbar, mendampingi bu Kim yang tersenyum sumringah.
Sebelum aku siap apapun mulut bu Kim terbuka dan menghamburkan aneka
bunga-emas-intan-berlian-parfum, hhmmm,
mulutnya seperti bagian dari pintu surga:
“Siapa
menyangka anak seculun ini menyimpan sebongkah berlian di hatinya hingga
menerangi pikirannya yang gelap gulita. Qonita, kami sungguh mengharap ini
bukan gebrakan terakhirmu.”
“Selamat
ya, ini adalah pertama kalinya perusahaan ini mengangkat pegawai tetap
sekaligus memberikan penghargaan.”
“Berlian
bintang Bewara.”
Gema
riuh rendah. Sorak sorai teman-teman di kantorku. Tepuk tangan elegan para
pembuat kebijakan kantor.
Benarkah?
Benarkah?
“Karena
atas idemu, dan kerjasama tim yang baik, dukungan dewan penasihat, hanya dalam
waktu dua minggu kita bisa menggaet lima
rekanan sekaligus.”
“Haaa...”
aku bisa merasakan mulutku menganga lebar. Secepat itu?
“Produsen
Android.” Suara keras Pak Rudi mengagetkan aku. Membuat aku tersedak.
“Produsen
Susu anak.” Maria menepukku dari belakang.
“Produsen
Pampers.” Suara Anita yang lemah lembut menimpahi.
“Produsen
Kosmetik bayi.” Suara keras Pak Rudi menelan suara tawa merdu Anita.
“Dan
iklan layanan dari Kementrian social, sekaligus Kesehatan masyarakat.” Suara
keras pak Rudi memang mendominasi kami para wanita.
“Adik
kembarmu akan segera menjadi ikon ‘peduli
kasih sayang anak yatim piatu’.” Anita mengangkat gelas tingginya mengajak
yang lain bersulang.
“Haaa?”
Bruk!
Dan semuanya gelap. Mungkin ini yang namanya pingsan.
Bersambung
Tidak ada komentar:
Posting Komentar