PUTRI. 13
SANG BINTANG JATUH
Hari ini kami bermobil bersama
menuju kantor. Kata pak Jan ada
pertemuan yang tak dapat aku hindari. Sepanjang perjalanan dia bersiul gembira.
Sepertinya suasana hatinya sedang baik.
Dua minggu tinggal di rumahnya, setidaknya aku menjadi hapal kebiasaannya.
Bahkan aku bisa membaca mimik mukanya jika dia menahan kentut.
Dua
blok sebelum tiba di gedung kan torku
aku sudah bersiap turun di ti tikungan berikutnya. Aku tak ingin seorangpun
yang mengenal kami melihat kebersamaan ini. Sekalipun Kamila pernah melihatnya.
“Aku
turun di sini. Trims pak atas tumpangannya.”
“Terserah,
nona saja...” pak Jan tersenyum.
Kau dengar? Dia memanggilku nona!
2 minggu ini memang banyak hal ajaib yang terjadi diantara kami.
Kau
akan salah jika menyangka kualitas hubungan kami mengalami grafik peningkatan.
Tidak. Karena ternyata, pak Jan menjalin hubungan rahasia dengan seorang model
cantik.
Tentu
saja aku kecewa. Waktu aku tahu itu. Tapi aku tahu diri. Sejak pertama
mengenalnya, aku sudah ‘tahu diri’. Aku sangat paham posisiku, dan kelas
sosialku.
Hanya yang Aku bingung, aku harus
bagaimana, bila pacarnya pak Jan, Maya, model cantik yang hebat itu menginap? Aku harus
mengingatkan tentang ‘bukan muhrimnya’? Lha aku sendiri bagaimana? Aku juga
bukan muhrimnya dan aku sudah ‘tinggal’ di apartemen itu nyaris tanpa keluar
apartemen.
Tapi
mereka menginap sekamar!
Waktu malam itu aku benar-benar tersiksa,
memikirkan maksiat yang sedang terjadi diantara mereka. Kulantunkan Qur’an agar
Allah melindungi rumah ini dari syetan
maksiat. Dari syetan berwujud Maya. Wanita cantik, tinggi semampai, sangat menarik.
Berulang
kali aku ingin menyerang menggrebek
pasangan zinah itu. Tapi oh, tentu saja aku pasti akan malu sendiri. Di dunia
ini, hubungan semacam ini, sangat biasa. Yang tidak biasa adalah aku. Ibu
Ratija, aku harus bagaimana?
Ku lantunkan lagi Qur’an, kucoba
menghalau pikiran kotorku. Ya Allah terangi aku, dalam kehidupan yang kacau
ini. Ya Allah bantu aku mematikan rasa cintaku.
Selama
dua minggu itu, baru dua kali Maya
menginap. Empat kali Maya datang dalam keadaan mabuk.
Mungkin pak Jan tahu, aku tidak
suka atas sikap ‘liarnya’. Kurasa, setelah sikap ‘tak enakku’, mereka lebih banyak berkencan di luar. Ah,
apa peduliku.
Maka
jalan teraman bagiku adalah mematikan rasa
sukaku pada pak Jan. Cinta ini memang seharusnya buat Tuhan semata.
Bukan buat manusia. Berharap cinta dari manusia hanya akan membuatmu kecewa,
tapi bila kau berharap balasan Tuhan atas cintamu, maka kau akan selalu
bahagia. Dan mendapat cinta yang berkah. Aku harus yakin itu.
Jelas sekali pak Jan bukan jodoh
untukku. Sekalipun dia baik, tampan, dan aku suka, tapi aku tahu –dia tidak
baik bagiku-.
“Hmmm,
pak, bagaimana jika saya pindah saja?”
“Kenapa...”
“Apa
Kak Maya...”
“Oh...
tenang saja! Ini rumahku, dan aku yang menentukan siapa yang boleh dan tidak
tinggal di rumahku.”
“Apa
kak Maya....”
“Jangan
khawatirkan dia. Aku lebih mengkhawatirkan keamananmu.”
“Saya...?”
oh saya dikhawatirkannya... bolehkah saya merasa... Tidak! Pasir di otakku riuh
rendah. Berdebat tentang bolehkah aku menyukai pak Jan lagi.
“Hahahaha...
tenang saja, dia tidak cemburu kok.”
“Yah,
tentu saja, aku bukan ancaman yang serius.”
“Dia
salah kalau berpikir begitu.”
Pak
Jan bergumam. Tapi aku jelas mendengarnya. Kucoba pasir di otakku mengendalikan syetan di
hatiku.
Ingat ya Qon: lelaki baik untuk wanita baik. Bukan lelaki tampan untuk wanita baik.
ibu Ratija.
Tet! Klakson mobil dibelakangku membuat
aku terbangung dari lamunanku.
“Hati-hati
nona, ada penculik lain yang menantimu...” Pak Jan tersenyum, menggoda sambil
mengedipkan matanya padaku.
“Ya,
pak.” Oh Tuhan, bagaimana jika pak Jan di Kantor memperlakukan aku seperti di
rumah? Santai dan suka menggodaku?
Aku pun turun dimana pak Jan menunggu sebelum kejadian penculikan itu.
Saat
mobil pak Jan bergerak, aku baru bisa
melihat Kamila sedang memandangku dari seberang. Dia tampak seperti
patung bodoh. Mulutnya menganga, dia pasti tak percaya dengan apa yang telah
dilihatnya.
Ya
Tuhan. Kenapa skenarionya tak sesuai dengan pengaturanku? Dia pasti melihat aku
keluar dari mobil pak Jan.
Oh
Tuhan selamatkan aku dari fitnah tak bermutu!
***
Bersambung
Tidak ada komentar:
Posting Komentar