PUTRI. 21
DURI DALAM DAGING
DURI DALAM DAGING
“Ssssstttttttt…. rasanya aku
merasakan gerakan mencurigakan.” Wanda menatapku curiga. Saat itu kami sedang
makan malam berdua. Sementara si Boy bolak balik merapikan dan membersihkan
rumah.
Deg! Wanda curiga! Kuraba perutku yang
tiba-tiba mengencang. Glek, karbohidratku
kutelan tanpa dikunyah membuat aku tersedak. Huk... huk...
“Ssssssttt…
haassshhhaaahh.. “ Wanda melotot ke arahku, sepertinya dia marah ketegangannya
dipecahkan oleh acara keselekku.
Oh,
apa dia tahu aku HAMIL? Yah tentu saja! Kami sekamar. Dia pasti memergoki
sesuatu yang mencurigakan. Permen-permen asamku? Mungkin saat tidur, tanpa
kusadari aku kentut berkali-kali. Karena
pencernaan yang kontraksi tidak semestinya? Muntah-muntahku?
Oh demi Tuhan! Aku selalu berusaha rapi
menyembunyikan mualku. Atau dia membaca SMS-SMSku dengan pak Jan? atau dia tahu passwordku lalu
mengacak-ngacak semua yang ada di sana ?
Dan mungkin kini dia akan mengajukan ‘negosiasi’? negosiasi dalam kamusku untuk
subjek bernama Wanda artinya: PEMERASAN.
Oh
Wanda! Dia benar-benar duri dalam daging. Rahimku bergerak mual. Tapi aku
harus berlagak lapar.
“Ssssssstttt…
laki-laki palsu itu!” Wanda berbisik misterius, jantungku nyaris lupa
berdenyut.
“Apa?”
syukurlah, ternyata bukan tentang bayi ini.
“ Laki-laki android itu. Si Boy.
Robot itu.”
“Maksudmu, apa?” bisikku lega.
“Kau
ingat iklanmu yang kini popular?”
Aku
hanya diam. Oh sialan kau Wanda! aku
kira apa.
“Kau
tahu bagaimana kameramannya bekerja?”
Otakku
mengkerut tak pasti. Ya adegan ajaib itu! Membuat pemirsa dan si bayi kembar
saling menatap, seolah-olah pemirsanyalah yang menggendong si bayi! Otakku
mengembang, pasirnya bergerak sesak..
Kurasakan
rahimku bergerak nyeri.
Wanda
mengangguk-angguk, matanya memberi isyarat,
berulang kali melirik si Boy yang hilir mudik membersihkan kamar-kamar.
“OH!”
aku mendengar suaraku menguik.
***
“Jadi, menurutmu, mata si boy itu
seperti mata si Yasmin? Dipasangi sebuah kamera pengintai?” Bisikku dengan
terburu.
Wanda
mengangguk sambil matanya mengawasi si Boy.
“Menurutmu
siapa kira-kira yang selalu memonitor hasil pantauannya?” aku sama sekali tak
ingin menduganya, sekalipun pasir di otakku meneriakan sebuah nama.
“Menurutmu
siapa, bodoh? Ya pemiliknya! Aku sudah periksa di catalog dan baca
spesifikasinya, kalau android tipe ini memiliki banyak keunggulan. Termasuk
monitoring jarak jauh.” Wanda si gadis cerdas, menampakan bakatnya.
Uhuk!
Uhuk! Aku
benar-benar tersedak, terbatuk, terkencing, terkentut. Sekali lagi, kamu harus mengerti, ini pasti terjadi pada
wanita hamil yang perkembangan rahimnya mendesak kandung kemih, dan saluran
pencernaan. Oh Tuhan, memangnya bayiku sebesar apa hingga mampu
memompa kandung kemih?
Aku
cepat-cepat mundur dari ruang makan.
***
Di cermin berbingkai mahal, di
kamar mandi kamarku yang berinterior Victoria ,
kutatap wajah kemelutku. Oh Tuhan! Berarti selama ini pak Jan…
Melihatku
tanpa jilbab! Melihatku bernyanyi-nyanyi sambil menari-nari, karena kukira aku
melakukannya dengan sebuah Android?
Melihatku tidur? Karena seringkali saat
aku bangun si Boy sudah ada di kamar dan sedang menatapku, menungguku
dengan segelas susu. Dan aku menganggapnya biasa! Apakah Pak Jan juga melihat
aku mencabuti bulu kakiku yang tumbuh panjang tidak semestinya? Pak Jan juga
bisa melihatku menarik benang gorden untuk menjadikannya ‘dental floss’?
Pak
Jan juga melihat kegiatanku yang lain?
O!
oooooooooo!
“Qon!
Kamu kenapa?” Wanda menggedor pintu kamar berulang-ulang.
“Wanda…”
ku tarik tangannya. Lalu aku kunci kamar kami.
Wanda
nampak lebih santai. Sementara aku
bolak-balik bingung. Melihat Wanda yang santai tanpa beban, membuatku menjadi
sebal. Bagaimana mungkin masalah segenting ini dia masih bergaya seperti kaisar
roma di kursi tidurnya dalam sebuah pesta tak masuk akal jaman Romawi kuno?
Kini
aku mengerti kenapa pak Jan menginginkan Wanda ke luar apartemen ini.
Karena
pak Jan, melalui mata si Boy, telah mengamati dan tahu segala polah Wanda yang
asli di apartemen ini. Kutatap Wanda dengan perasaan tak karuan, apa dia tidak
memikirkan ini? Jangan-jangan kebiasaan mencuri atau memakai barang yang bukan
haknya, terpantau oleh pak Jan juga!
Aku
yakin itu.
“Kau
mau bilang, pak Jan mungkin juga telah melihatmu telanjang?” tanyanya
padaku. aku melihat selintas senyum
liciknya. Dia pasti bersorak karena ternyata aku telah mempermalukan diriku di
depan si Boy android terkutuk.
Android
terkutuk? Haaaa... Tuhan tak mungkin menjebloskannya ke neraka, dia itu Cuma
robot! Rakitan rongsokan dari seorang pencipta berotak miring.
“Ah!
Gila! Tentu saja aku tak segila itu, membiarkan ‘benda’ itu menatapku
telanjang.”
“Hahahaha…
bagus! Memang sebaiknya kau sadar dan
malu dengan tubuhmu yang gagal berkembang itu.”
“Wanda
tapi…” aku belum sampai membuka adegan-adeganku yang lain saat Wanda bergaya di
depan cermin. Hingga aku dapat melihat pemandangan kontras ini.
Aku
dengan wajah kemelutku. Wanda dengan wajah sumringahnya. Kadang-kadang –buatku-
dia nampak tidak pas antara kejadian dengan penampilan. Tapi lalu aku mengerti
saat dia mulai mendesis-desis gila di
depan cermin:
“Kalau
begitu, aku akan pura pura tidak tahu ‘ada benda android itu’ saat aku melintas
dari kamar mandi ke dapur, lalu kemben andukku merosot, maka ‘penontonnya’ akan melihat bidadari aslinya.Bagaimana
menurutmu, Qon?”
Tentu saja aku gemas sekali melihatnya tersenyum iblis di cermin kami.
“Qon…?”
“Qon…
kamu kan
paling kreatif menciptakan adegan yang membuat orang gemas!”
Oh
Tuhan! kenapa aku harus serumah dengan Wanda dan si Boy. Dua jenis mahluk Gila
yang berkombinasi menjadikan kerusakan kerja otakku semakin parah.
“Qon…?”
Wandaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa!
***
BERSAMBUNG
Tidak ada komentar:
Posting Komentar