PUTRI. 19
WANDA
Kehadiran Wanda di apartemen pak
Jan benar-benar menghilangkan konsentrasiku di kantor. Aku tidak tenang
meninggalkan dia seorang diri di sana ,
sekalipun ada si Boy. Apalagi si Boy itu mobilitasnya tinggi. Sebentar
mengantarku, lalu dia belanja, pulang, lalu mungkin melakukan hal-hal yang
diperintahkan pak Jan, lalu, menjemputku. Lalu mengantarku ke tempat syuting
atau ke mana saja.
Nah, banyak sekali waktu di mana
Wanda berada sendiri di apartemen. Aku
takut jika Wanda ‘menggeledah’ apartemen
pak Jan seperti yang sering dilakukkannya setiap kali menemukan kesempatan.
Seharusnya
dia –kali ini- dapat menahan otak kriminalnya. Semoga dia sadar bahwa apartemen
pak Jan adalah persembunyian yang tepat. Karena itu Wanda harus bisa
beradaptasi. Setidaknya berpura-puralah menjadi gadis yang santun.
“Qonita! Iklannya dah mulai
tayang!”
Aku benar-benar loncat mendengar
teriakan dari meja sebelah kanan.
“Selamat
ya!’ tepukan dari sebelah kiri yang kerasnya seperti dia sedang menggebug
tikus.
“Apa
benar serentak di jam yang sama di 10 saluran TV?”
“Yoi!”
Lalu
berita gembira mendadak berubah menjadi petir dalam botol. Membuat pecah
berkeping. Mengagetkan semua orang.
Maya
tampil di sana
dalam salah satu monitor yang terpampang diantara 50 monitor TV. Dalam seluah
acara infotainment. dengan sebuah informasi yang mengejutkan . Mulanya hanya
beberapa orang yang memperhatikan, lalu semua yang ada diruang monitor itu
memperhatikan.
Lalu pasir diotakku mulai
berhitung: tentunya 1/50 kali jumlah penduduk indonesia yang saat ini sedang
menonton TV. Mendengarkan apa yang diberitakan di Infotainment, program
kacangan, tak berguna, penuh fitnah, hasut, membuat cacat sikap berpikir
positif. Tapi ajaibnya, program ini tetep abadi dan mendapat banyak iklan,
karena mempertahankan ratingnya.
Monitor
bergambar Maya itu dilengkapi dengan kata kunci dalam dialog Hostnya:
“...
wah ini kejutan! ternyata Jan Rabiko, pengusaha sukses, pemilik perusahaan jasa
Citra Indah, sebagai kekasih gelap Maya selama ini.
“wah, terlambat ya beritanya?
tahu-tahu Maya sudah putus, akibat Jan Rabiko,
kekasihnya itu menghamili selingkuhannya...”
“Alamak... apa skandal ini
mempengaruhi indeks di bursa saham?”
“Doooooooo... jangan dramatis
begitu, Jan Rabiko dan usahanya tak kan
mudah terguncang dengan isu kacangan seperti ini.”
“Sebagaimana isu sultan negeri
tetangga memilki banyak perusahaan multinasional juga memiliki banyak
selingkuhan?”
“Bandingan yang tepat! hehehe, Apa
Maya hanya akan gigit jari saja ?”
“Karena tiada harta gono gini?”
“Sepertinya begitu. Tiada guna
informasi ini diteruskan kepada pemirsa.”
“Berguna pastinya, ini sebagai
pengumuman, kepada para pengantri di depan pintu hati Maya... kamu dapat nomor
berapa?”
“Aku baru mau daftar.”
“Ngomong-ngomong ada calo nggak?”
“Hallah... ini ngantri cinta apa
ngantri kupon air ya?”
“oke kita lihat yang ngantri di
acara kita dulu...”
Lalu iklan yang dibuat oleh perusahaan kami.
“Qon,
apa kita tak salah dengar?” tanya Kamila. Sepertinya informasi itu dia serap
dengan hati-hati.
Aku
hanya mengangkat alis. Tuhan bagaimana jika Maya, dan 1/5 x jumlah penonton Indonesia
tahu bahwa wanita hamil yang dimaksudnya
adalah aku. Tapi aku hamil bukan
karena pak Jan! Tapi dari mana TV ini
tahu aku hamil? Apa TV ini mengarang? Dan kebetulan karangannya itu
persis dengan keadaanku?
“Yah,
Kamila, info seperti itu aja dibahas.”
“Tapi
ini kan bapak
pimpinan kita. Setidaknya dia itu punya beban moral, sebagai ikon atau citra
perusahaan.” Kamila bersidekap. Mulutnya kerucut.
“Oh,
Iklannya lebih semenit!” untungnya Anita lewat sambil menepuk punggungku dan
punggung Kamila, berlalu dengan cepat,
memotong info kaget ini dengan pas.
“Wah,
mereka tak memotongnya!” kata Anita tepat di depan kumpulan monitor TV.
“Horeee!”
Sorak sorai seisi ruangan tayang. Kura sakan
sekejab kegembiraan meluap.
“Alhamdulillah.”
Kuraba perutku. Tapi berita iklanku tak
mengurangi kecemasanku.
***
BERSAMBUNG
Tidak ada komentar:
Posting Komentar