Minggu, 29 Mei 2016

TELELOVE.Bagian 4

Novel Fiksi Sains. Kesit Susilowati 
Telelove. Bagian 4.


PANGERAN. 1, SI SEBELAS


‘Sebelas’, begitu saja panggilanKU. AKU adalah –orang-  tak bernama. Hanya 2 anka yang aku punya sebagay identitasku. Tapi kmu boleh menjadi –takjub- saat kmu buka pusat data rumah tabug yayasan BEGO.[1] Tepatnya, seperti yang dokter Rut[2] bilang, jika Kmu punya otak untuk membobol sistem penyimpanan dokumen di sana, lalu kmu punya nyali untuk melakukannya, melihat siyapa itu si nomor ‘11’. Kmu akan membaca sebuah data yang sukar dijelaskan:

Kode       : RAHASIA
Spesimen   : 110011
Spesifikasi:1/xi/L.
Status     : GAGAL

Nah! Kmu tidak mengkerti bukan? Jagan tanya padaku apa artinya itu. Aku sendiri tidak tahu, dan aku tak mau tahu.
Sekalipun disetiyap angka itu kmu lakukan penelusuran, kmu tetap tak akan mengerti, itu karma kmu bukan bagiyan dari Dewan Penting BEGO. Baiklah aku akan terjemahkan dengan bahasa yang sangat sederhana, seperti yang dokter Rut bilang:
Aku adalah ‘Sebelas’, dari  bukan  manusia  biyasa.
Munkin berbahaya. Munkin tidak. Yang jelas sangat rahasiya.
Bila saja aku berhasil dibuwat menjadi seorang –manusia buatan-, mungkin saja aku bisa hidup lebih berguna. Mungkin bisa menjadi tentara yang tangkas, mampu berpikir cepat, bertindak spontan, tanpa cacat. Bisa juga aku dijadikan sebagai orang pintar yang ditempatkan di tempat-tempat penelitian berbahaya. Dimana manusia biyasa tak mampu melakukannya. Yah, kami ini manusia buwatan, yang dibuwat agar dapat melakukan pekerjaan-pekerjaan berbahaya dan beresiko tinggi, dimana manusia biasa tak mampu melakukannya.
Karenanya, kebanyakan manusia buwatan  berbangga dan merasa beruntung. Tapi kata dokter Rut itu semua mengenaskan, tragis, ironis, miris, dan membuat dokter Rut menangis.
Tetap saja aku tak mengerti.
Kata dokter Rut, aku beruntung, karena aku menjadi manusia buwatan yang gagal.
Tetap saja aku tak mengerti.
Yang aku tahu Karna aku tidak memenuhi mutu sebagai manusia buatan, aku berada dalam rumah kaca ini, sebuah hutan buwatan. Sebuah tempat kecli menyerupai  hutan hujan torpis. Aku hidup  bersama dengan beberapa mahluk snasib, yag menanti dalam ketidakpastiyan.
            Kmi di sini berusaha bertahan hidup. Kmi dalam persaingan kacaw, karena kmi serba buwatan, maka hukum keseimbangan alam di sinipun buwatan, begitu yag dokter Rut bilang.
            Jangan tanya padaku, rasanya seperti apa. Pagi, siyang, malam, kami dalam pengawasan. Sementara kami mencoba berlaku seperti orang ‘wajar’, tubuh kami yang kumpulan berbagai implan, kombinasi genetik, cangkokan organ sana-sini, membuwat kmi sulit untuk berlaku wajar.
            Aku si Sebelas,  adalah jenis  manusia bersisik, bisa saja kulitku  mengkelupas kapan saja. Sekalipun dokter Rut rutin menyuntikan suntikan pengatur hormon mengkelupas, tapi bila dalam keadaan emosi marah, mengkelupas bisa terjadi begitu saja.
Aku bisa mengkelupas saat malu karena sekawanan kangguru mengintipku berjemur. Aku bisa mengkelupas saat marah karena hal sepele. misal saat berbagi jatah obat-obatan pengkendali hormon. Aku bisa mengkelupas saat tertawa terpingkal-pingkal. Bahkan aku bisa mengkelupas saat gemas karena serangga incaranku tak juga bisa aku tangkap. Sungguh memalukan, merepotkan, memilukan.
            Karena kekacawan inilah, aku dicap dokter Rut sebagai mahluk yang gagal. Dan aku dikurung di sini sebagai hukuman.
            Sering aku berpikir, hukuman itu apa?
 Yah memang kelihatannya hutan ini di buwat untuk menghukum mahluk-mahluk gagal sepertiku. Walaw aku tetap bingun, setahuku hukuman itu untuk kesalahan. Jadi kesalahan apa yang telah aku buwat? hamya karena aku gagal menjadi manusia buwatan yang sempurna lalu aku dihukun?
Begitu?
***


BERSAMBUNG....

[1] Ditulis B-GO, diceritakan sebagai sebuah  yayasan yang di danai oleh kamunitas ilmuwan international, mendanai riset untuk tujuan kemajuan biologi.
[2] Rut ditulis: Root

Tidak ada komentar:

Translator: