Selasa, 12 Juli 2016

TELELOVE 39

PANGERAN. 14

HANYA SEBUAH NAMA







Ibu Ratija tidak mengurungku, dia cuma bilang aku harus ekstra hati-hati bila aku ingin ke luar gedung. Ibu Ratija percaya padaku bahwa –orang- sepertiku mempunyai kemampuan jelajah dan pengenalan daerah yang luar biasa.
            Tapi bila di rumah aku harus selalu sembunyi dari tamu. Yang penting,  katanya, tidak boleh ada yang tahu jika aku ada di sini. Karena jika ada orang tahu, aku akan dikembalikan di tempat asalku, yang jelas aku tidak mau, karena di hutan Buatan tempat asalku sudah tak nyaman lagi untuk ditinggali sejak para ilmuwan  itu menambahkan para penghuni baru, para pemakan daging itu.
            Dan aku sudah berubah menjadi ‘orang’. Bukan lagi sekedar manusia buatan.
            Jika aku sampai ketahuan tinggal di rumah ini, bukan aku saja yang akan terkena akibatnya, tapi juga ibu Ratija. Ibu Ratija akan dikenai pasal menyembunyikan pelarian –penting-.  Jika ibu Ratija sampai dihukum berat, karena tidak bisa memberi uang denda, maka penjaralah tempatnya. Lalu bagaimana dengan anak-anak ini? Adik-adikku?
            “Kenapa kak Qonita tidak kembali saja, ibu? Jadi jika semua ini terjadi, masih ada kak Qonita yang menjaga kita.”tanya Karin.
            “Selama preman-preman itu masih berkeliaran, dia tak kan aman untuk kembali.”
            “Iya bu, kemarin mereka memangkas jalanku. Mereka tanya tentang kakak Qonita.”
            “Oh, di mana itu?”
            “Dibawah gedung ini.”
            “Astaga! Padahal sudah dua minggu sejak kepergian kakak qonita.”
            “Memangnya  kakak Qonita salah apa, bu?”
            “ibu juga tidak tahu.”                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                   
            “Tenanglah ade-ade, kita sekarang punya seorang pelindung. Dia lebih perkasa dari kak Qonita.”
            “Tapi Dinda tetap rindu dengan kak Qonita...”
            “Ya, kak Qon senang melucu.”
            “Ya, sedang kak Yusuf bisanya cuma tanya ‘kenapa, kenapa, bagaimanakah caranya... dan seterusnya’, pokoknya pertanyaan yang sulit-sulit.”
            Ibu Ratija tersenyum bijak, dia menatapku yang salah tingkah.
            “Tapi kak Qonita tidak bisa memperbaiki jendela, pintu yang rusak. Tempat tidur kalian. Mesin cuci kita. Selain itu kak Yusuf lebih sabar menghadapi kalian bukan? Dan dia belum pernah marah.”
            “Ibuu… saya kangen sama marah-marahnya kak Qonita…”
            “Walau kakak Qon tukang marah dan cerewet tapi dia suka melucu, Ilalang juga kangen, ibu.”
            “Tooooot!” Bunyi bel!
Protokol keamanan  langsung dilakukan. Aku menyisih dari ruang utama. Seperti biasa aku sembunyi di lantai atas, kamar anak-anak. Dari atas ini aku bisa mengintip dan melihat bahkan mendengar apa yang dilakukan para tamu.
            “Hallo, ibu Ratija? Kami dari kantornya Qonita.”
            “Oh pak Jan, selamat datang! Ini kejutan luar biasa.”
            Aku bisa mengintip seorang pria 30 tahunan, mungkin sebenarnya umurnya lebih tua lagi. Karena pria semacam ini, kaya-perlente-berkelas, selalu tahu cara mengakali umur. Bisa jadi usianya 40 tahun atau 50 tahun. Menurut keterangan yang aku baca, ‘mengusahakan tetap nampak muda’ telah menjadi gaya hidup orang-orang kaya.
            Jadi dia yang namanya pak Jan, atasannya Qonita itu.
            “Silahkan duduk.”
            Aku dapat melihat selain Pak Jan ada seorang wanita kaku diantara mereka, lalu seorang wanita gendut dan seorang kameramen. Kameramennya terus mengambil gambar.
            “Ini Prasetya, Humas PT Sahabat Andro.”
            “Hallo.”
            “Kami ke sini untuk menyampaikan bantuan dalam bentuk kerja sama. Begini...”
            Telingaku mulai menangkap pembicaraan mereka. Kalau tak salah menyimpulkan Qonitalah yang memiliki ide ‘uji coba android refill ASI’ di rumah ini. Wah, apa itu? Aku begitu asing dengan ide Qonita. Jelas dia gadis yang hebat karena  bisa mendatangan dua orang penting dari perusahaan besar ke rumah ini.
            Lalu  kenapa pak Jan tak ikut pulang setelah Prasetya dan kameraman pergi. Pak Jan malah nampak santai bahkan makan bersama semua orang di rumah ini.
 Wah, dia benar-benar kaya karena membawa makanan sebanyak itu. Bahagianya jadi orang kaya, bisa membuat orang di rumah ini bahagia.
Oh, oh... dia juga pandai memikat adik-adikku. Baru saja bertemu, Dinda dan Ilalang sudah balapan kuda di paha kiri dan paha kanannya.
Keluarga ini sedang berbahagia tapi kenapa perasaanku tak enak? Apa ini yang namanya cemburu? Andai aku setampan dan sekaya dia.
Tapi kenapa yang namanya Qonita itu tidak sekalian ikut?

****




BERSAMBUNG

Tidak ada komentar:

Translator: