Minggu, 17 Juli 2016

TELELOVE 40

PENGERAN.14

HANYA SEBUAH NAMA






Oh, aku baru tahu, wanita kaku yang ditinggalkan pak Jan ini ternyata android, manusia robot, temuan baru. Dia dirancang menjadi baby sitter atau pengasuh bayi, lengkap dengan buah dada  bohongan dan isinya yang bisa diisi ulang bila habis. Dengan prosedur pengisian yang higienis. ASI palsu itu bahkan keluar dengan suhu yang sama persis dengan ASI asli.
            Dia diprogram juga untuk bernyanyi dengan nada-nada yang dipercaya dapat meningkatkan kepandaian si bayi yang dalam pengasuhan. Bukan main! Menakjubkan. Kehadirannya tentu saja membantu bu Ratija dalam pengasuhan Rahman Rahim.
            “Ibu, bagaimana bila bibi ini kita kasih nama juga.” Usul Mufti terlontar begitu saja saat kami sarapan pagi.
            “Ya kita kasih nama dia... hmmm... hmmm..” Karin mengendus-endus si Android.
            “Yasmin.” Kata Ilalang spontan.
            “Apa?” Tanya Dinda menoleh.
            “Karena tubuhnya selalu harum bayi.” Ilalang menjelaskan sambil mempermainkan  bibir kaku itu dengan sendok.
            “Yasmin itu artinya melati bodoh!” Karin menoyor kepala Ilalang. Bu Ratija langsung melotot melihat tingkah Karin. Biasanya itu berarti ‘tak sopan’ atau tak baik. Aku selalu mencatat sopan santun di kepalaku.
            “Yah, pokoknya harum kan?” Ilalang mengelus kepalanya.
            “Setuju.” Icha bertepuk tangan, disambut tepuk tangan yang lain.
            Begitu saja proses pemberian namanya. Sederhana. Melihat prosesnya, aku bersorak, setidaknya aku merasa namaku lebih hebat. Namaku diambil dari nama seorang nabi yang tampan. Bukan karena ‘bau’ sesuatu.
***

Jadi rumah sempit ini kian terasa sesak saja. Sekalipun Yasmin tidak memerlukan tempat tidur. Dia cukup berdiri diam mematung sambil di isi listrik.  Mulanya kami kaku menerima seorang robot android dalam kehidupan kami. Tapi begitu Rahman dan Rahim nyaman dalam gendongannya. Nampak hangat dalam pelukannya, dan kenyang karena ‘air susu’nya. Kami menjadi ‘seperti’  keluarga yang normal.
            Karena normalnya, ide anehpun mulai  meluncur. Waktu itu aku sedang bermain dengan maianan ajaibku, memuaskan rasa ingin tahuku tentang dunia via internet saat aku dengar percakapan di atas tempat tidur.
“Ya Allah yang Rahim, Yang Rahman Yang menjaga kami, kami ucapkan rasa syukur ini karena kami  masih kau persatukan dalam ikatan kasih sayang di keluarga ini.” Suara Karin yang dewasa mulai aku dengar.
“Terima kasih ya Allah, Yang maha berkehendak, karena setelah kak Qonita pergi, kau kirimkan kak Yusuf yang kini seperti ayah kami.”
“Dan bibi Yasmin yang seperti ibu kami.” Dinda si Kurcaci kecil mulai ngelantur.
“Maka ijinkanlah kami menikahkan mereka, bi Yasmin dan kak Yusuf ya Allah.” Ilalang menambahkan.
“Hush!” Karin melempar kepalanya dengan boneka dari tempat tidurnya.
Oh? Mendengar doa mereka, aku harus bagaimana? Gembira? Terharu karena dianggap ayah? Atau konyol karena dijodohkan dengan seorang wanita android berdada palsu lengkap dengan refill ASI?
Dokter Rut, seandaikanya kau tahu keadaanku. Kau pasti terbahak.


***


bersambung

Tidak ada komentar:

Translator: