Selasa, 13 September 2016

TELELOVE 63

PUTRI. 21

DURI DALAM DAGING







Tiga hari ini Aku sepertinya mengalami keranjingan yang aneh. Di rumah, di kantor yang kukerjakan di waktu sesempit apapun adalah mengaduk-ngaduk semua catatan yang disimpan Yusuf. Pasir di otakku seolah bergerak tanpa tidur. Semua butir pasir di otakku sepertinya berusaha keras untuk menangkap setiap informasi baru. Tapi gagal. Apa yang kubaca, walaupun berulang kali, kebanyakan sulit aku mengerti. Semua isi file Yusuf hanya menegaskan betapa lemahnya daya pikirku. Dan betapa cerdasnya dia.
 Dari kimia dapur sampai elektronik rumah tangga dia mempelajarinya? Masalah jaringan maya, masalah air, sampah, psikologi perkembangan anak, agama. Masalah sosial.  Yusuf juga  mempelajari bahasa pemrograman. Dia telah melakukan Meretas system keamanan rumah susun. Dia telah berhasil menyimpan kamera pengintai di ruang tamu kami. Jangan lupa! Semua itu dilakukan hanya dalam waktu beberapa bulan saja. Luar biasa!
            Dan, apa ini?
            Sebuah file dengan nama Q?
            Akukah? Akukah? Yup tetap saja aku terkejut saat kubuka semuanya, sekalipun aku sudah menduganya.
            Foto-fotoku, sejak aku bayi, berita-berita tentang penemuanku di depan rumah singgah. Foto bayiku dalam gendongan ibu Ratija. Dan foto-fotoku yang lainnya.
            Apakah dia, diam-diam, seperti aku mengaguminya? Tuhan inikah yang kau sebut ‘Kimia’ itu? Kami ‘terhubung’ sekalipun kami tak pernah bertemu. Kami? ‘Kami’!
Jantungku seolah berhenti saat kubaca prosa  singkatnya dibawah foto ku  yang terbaru.

kau ini siapa?
Aku ini siapa?
Kita ini bukan siapapun
Tapi mari kita tunjukan
Bahwa kita bisa membuat jejak
Hingga semua tahu,
Bahwa kita pernah ada.
           
            Oh, siapa yang percaya bahwa yang membuatnya dulu adalah  ‘seekor’ mahluk  mutan, manusia buatan, atau apapun namanya, yang tinggal di hutan buatan, dengan IQ yang kau tahu sendiri kisarannya.
            Mahluk itu kini telah berubah menjadi ‘seseorang’ yang rupawan, bukan wajahnya, tapi hati dan perilakunya. Puisi  ini buktinya.
            Perutku mengecang.
            Entah kenapa tiga hari ini perutku begitu sering kontraksi.  Apa memang orang hamil trismester  pertama seperti ini? Menurut artikel-artikel yang aku baca, mestinya sekarang masa dimana aku mengalami mual, sembelit, dan siksaan mengantuk di pagi hari.
            Tapi kenapa keluhannya seperti aku akan melahirkannya sebentar lagi? Apa karena sejak kehadiran Wanda aku begitu tegang? Aku benar-benar takut anak itu mengetahui rahasiaku? Jika dia tahu, lalu ibu Ratija tahu. Para tetangga tahu. Apa kata mereka semua?
            ‘lihat anak –sok- alim, beriman  itu kini ketahuan belangnya!’
            Lalu ibu Ratija dan ke tujuh adikku akan menanggung beban sosial yang cukup berat. Aku telah mengecewakan banyak sekali orang yang menumpukan haran dan masa depannya kepadaku.
            Aku yang seharusnya menjadi contoh.
            Ooooh, perutku mengeras.  Sakit. Tuhan kenapa kau tanamkan janin menyakitkan ini kepadaku. Kenapa Wanda yang seharusnya hamil karena telah melakukan semua traksaksi, karena dia dan ayahnya menghendakinya, tapi tidak hamil?
            Lama Kutatap wajah foto Yusuf. Foto ini pasti diambil oleh dirinya sendiri. Wajahnya, ah mengerikan sekali. Tapi sepertinya aku mulai mengerti kenapa ibu Ratija memberinya nama Yusuf.
            Rahimku bergerak ngilu.

***


BERSAMBUNG

Tidak ada komentar:

Translator: