Jumat, 02 September 2016

TELELOVE 61

PUTRI. 21
DURI DALAM IKAN



Kepercayaan dan penghianatan
Keduanya  ada dalam sekeping coin


Aku tertegun menatap iklanku kali ini. Aku bisa melihat suasana rumah ibu Ratija lewat layar TV, hal ini membuatku membucah. Kangenku menggelegak melihat ke sembilan adikku berseliweran di tempat yang sempit.
            Lalu aku melihat Rahim menangis, Dia baru bangun tidur rupanya. Aku lihat Rahim diambil dan  dipangku oleh kameramannya? Oh kameramannya seorang wanita? Dia mengeluarkan payudaranya? Lalu terdengar musik terapis bersenandung. Rahim begitu nyaman menetek. Tangannya yang satu mempermainkan tangan penggendongnya.
            Oh, tangan kiri menggendong Rahim, tangan kanan bermain-main dengan tangannya. Kameranya di mana?
            OH! Gila! Berarti kameranya ada di mata-nya! Si Android berASI palsu itu!
            “Kak Yusuf!”
Kulihat di layar TV,  Dinda menjerit dan langsung meloncat minta digendong Yusuf. Padahal yang dipanggilnya itu sedang menggendong Ilalang  di punggungnya.
            Yusuf! Ada di iklan –reality Show- ini! Iklan yang tayang serempak di berbagai TV di Indonesia. Jadi saat ini, sebagian penduduk Indonesia, bahkan dunia, bisa menyaksikan keberadaannya di tempat persembunyiannya.
            Yusuf nampak tanpa ragu menghujani Dinda dengan ciuman, hingga Dinda terkikik-kikik.
            Yusuf! Deg! Jantungku seolah berhenti berdenyut.
            Pouse! Pouse! Pasir di otakku ribut memberi komando seolah aku  ada di ruang editor atau pengarah acara. Tapi aku  tidak bisa. Aku  cuma penonton, di sini.
            Tayangan itu menggambarkan rumah yatim yang dipenuhi mahluk lucu, manis, hangat, nampak seperti rumah yang serba sehat, jiwa-raga penghuninya.
 Tayangan iklan-reality show berhenti. Diganti dengan  tayangan yang lain. Meninggalkan ketegangan diruang santai ini. Kami, aku, pak Jan, Wanda, terdiam. 
Aku dan Wanda bertatapan kaku. Seolah pasir diotakku berhasil melakukan pengiriman pesan kepada semua neuron atau saraf yang ada di dalam otaknya Wanda:
HALLOWHH PEMIRSA BUMI ...
KAU TELAH SAKSIKAN SEMUA RAHASIA KAMI!
OH TUHAN!
DUNIA MELIHATNYA SEMUA!

            Bayangan Yusuf seolah masih ada di sana. Lelaki itu begitu tinggi atletis, hangat, kebapaan… sekaligus mengerikan! Tuhan, tangan siapa yanga membuat wajah dan kulitnya seburuk itu?
            Perutku mengecang. Pasti karena aku terkejut, dan jiwaku tiba-tiba terbangun.
            “Ba… bagaimana ini? Kini orang-orang akan menangkap ibu Ratija karena masalah menyembunyikan penduduk illegal?” Wanda memecah keheningan.
            “Qon?” samar aku mendengar suara pak Jan. dia tak mempedulikan berondongan kata-kata dari mulut Wanda yang mengomentari iklan ini.
            “Qon?” Pak Jan nampak mencemaskanku.  Aku cepat-cepat membuka kepalan tanganku, memberi tanda bahwa aku tidak apa-apa. Mulutku tak mampu bicara. Tapi aku bisa merasakan getaran kesal di tenggorokanku yang tersumbat. Sial!
            Aku berdiri, dan masuk ke kamar. Aku benar-benar butuh sendiri untuk mencerna apa yang baru saja aku lihat.
            “Pak Jan bagaimana pendapat bapak? Kurasa penjualan Android itu akan meningkat langsung. Coba lihat ini! aku langsung telusuri indeks penjualannya…”
            Dari kamarku, Kudengar Wanda nyerocos mengobral kecerdasannya membaca situasi.
            Bip! Pesan masuk di telpon genggamku.
            Pak Jan : Kau baik2 saja? Cepat Jawab!
            Aku tahu, jika tak ada Wanda, pak Jan pasti memperlihatkan kecemasannya. Jadi aku cepat menjawabnya: Y, jng khawatir.
            “Qon… kau tidak apa-apa kan?” tiba-tiba Wanda masuk kamar tanpa mengetuk pintu. Kulirik ke arah luar, nampak pak Jan berdiri mencuri pandang kedalam kamar ini.
            “Aku hanya kaget Wanda. Bisa kau biarkan aku sendiri?” kudorong tubuhnya ke luar kamar. Sementara aku menahan serangan mual yang datanganya tiba-tiba.
            Yusuf! Yusuf! Namanya seperti bergema di kepalaku.
            Muntahku cuma cairan. Muntahku terasa pahit, pasti kepahitan empedu terbawa disana. Kepahitan hidupku. Pasir di otakku berderu-deru,  kalut berpikir. Kugenggam tasbihku. Tuhanku, lindungi kami semua..
            “Tenang pak, Qonita itu sangat beriman, dia tak kan bunuh diri gara-gara ibu Ratija ketahuan menyembunyikan seorang manusia buatan yang  buron.” Celoteh Wanda membuatku terkejut kecut. Wanda itu cerdas atau tolol?
***

           BERSAMBUNG 

Tidak ada komentar:

Translator: