Rabu, 28 September 2016

TELELOVE 70

PUTRI 23


PREMATUR




Semakin besar, semakin sering kontraksi, dan aku semakin bingung.” Jawabku jujur.
“ Kita tak bisa lebih lama lagi seatap dengan Wanda.”
Ya pak, kami akan secepatnya keluar.” Apa katanya ‘Kita’? tapi aku pura-pura tak mendengarnya. Buatku, pak Jan adalah orang nomor satu yang harus aku jauhi.
Bukan kamu, tapi dia.”
Mungkin kami  harus kembali ke rumah untuk mendampingi ibu Ratija.”
Tidak! Pasti ada jalan lain. “
Bagaimana caranya? Jalanku buntu.”
Kau sudah memasuki rumah melalui sebuah pintu, lalu pintu itu terkunci. Kau masih bisa membuka jendela bukan?”
Aku sudah temukan jendelanya, tapi dibawah jendela itu jurang curam, aku bahkan tak bisa melihat dasarnya.” Pasir di otakku sepertinya bisa menangkap perumpamaannya.
Aku sediakan parasutnya. Qonita menikahlah denganku.” Katanya sambil mengeluarkan kotak beludru merah marun.
Oh Tuhan… hentikan kekacauan pasir di otakku! Aku pasti sedang mengalami dilusi audiovisual. Seperti  biasanya.
            “Qon…”          Pak Jan mengambil cincinnya. Lalu menarik tanganku dengan  paksa dan memasukan jariku ke cincinnya.
            Tentu saja aku kaget, gemetar. Pasir di otakku bertambah kalut. Riuh membadai, menghapus semua jejak sejarah yang ada disana. Untuk sementara otakku berhenti.
            “A-apa karena si Boy?” separuh jejak ingatanku yang baru terhapus tiba-tiba menyeruak. Badai pasir di otakku reda.
            “Boy?”
            “Karena melaluinya bapak dapat melihat ‘keaslian’ saya...” kini tangganku mengepal keras. Jadi benar pak Jan seorang pedofilia?! Dia menyukaiku karena pernah melihatku tanpa jilbab, juga dalam kostum renangku, sekalipun kostum renangku tertutup... tapi aku yakin tampilan basahku mampu membangkitkan hasrat sesatnya.
            “Dasar biadab!” Aku tak dapat menahan  lagi tinjuku yang aku tahan sejak tadi. Aku pukuli dia, dia tak membalasku sama sekali. Tentu saja badannya yang tinggi atletis serba otot itu sudah cukup menjadi pertahanan bagi serangan tinju seorang gadis yang mungkin untuk tinju kelas bulu pun aku sudah gagal dibabak kualifikasi.
            Tak puas melihat dia diam, aku tarik lehernya, aku mulai menarik rambutnya. Barulah dia menjerit-jerit.
            “Aaagggrrrhhh! Astaga! Sakit Qon!”
            Aku semakin bernafsu menghabisinya. Matilah si pedofilia ini, kriminal mesum yang seharusnya diberantas. Hanya neraka jahanamlah tempat yang tepat bagi penjahat jenis ini.
            Aku mulai menggigit tangannya. Dia makin menjerit. Hahaha! Tuhan ijinkan aku mengumbar nafsu iblisku, membalaskan dendam yang aku tak tahu berapa jumlahnya!
            Kini aku mengerti kenapa dia sama sekali tak tertarik dengan keseksian dan kecantikan Maya, juga gaya seronok Wanda.
            “Qon! Qon! Dengarkan! Kau salah paham. Memang karena Boylah aku jadi jatuh cinta padamu! Karena melalui matanya aku bisa mengetahui pikiran-pikiranmu, tingkah-lakumu, kelembutan hatimu, keceriaanmu sekalipun kau terjerat dalam kesulitan. Kepribadianmu selalu membuatku takjub setiap harinya.”
            Dia nyaris bicara teriak. Tangannya yang kekar mengunci tangan ringkihku. Matanya menatapku, dalam. Kami begitu dekat. Segalanya membuat perasaanku tak menentu
            “Aku semakin mengenalmu, saat aku mengunjungi apartemen ibu Ratija. Kasih sayangmu, kehangatamu, begitu kental aku rasakan jejaknya di sana Padahal aku tahu, kau juga sama nasibnya dengan semua yang bernasib sial yang ada di sana.
            “Ketabahanmu menghadapi penindasan Maya yang membuatku gemas. Kedewasaanmu menghadapi Wanda yang menyebalkan. “

            “Qonita aku mohon, menikahlah denganku. Aku adalah parasut yang tepat untukmu dan bayimu. Aku sangat siap menerima bayi ini.”



BERSAMBUNG

Tidak ada komentar:

Translator: