PANGERAN.
4
HUTAN BUATAN
Februari
19.
Malam ini aku sama sekali tak
dapat memejamkan mata. Jadi aku isi saja buku jurnalku ini. Aku coba tulis
seperti para jurnalis seperti yang diinginkan dokter Rut.
Kantung tidurku yang tergantung
pada dua batang pohon kayu berayun-ayun menimbulkan suwara gemerisik karena
berulang kali menggoyang daun-daun rumput gajah yang tumbuh menjulang.
Kata dokter Rut, teman-temannya
yang ilmuwan itu, sengaja memberi hormon penumbuh pada rumput
gajah agar manusia pemamah biak dapat
memenuhi nafsu makannya yang tidak masuk akal.
Semula
kata dokter Rut itu, mereka bermaksud menciptakan –seyawa kimiya- yag
dapat mencerna rumput, karena kata dokter Rut, dunia tidak cukup mensediyakan
makanan, jadi orang –harus- bisa makan seadanya, termasuk rumput. Karena
menurut mereka rumput itu tanaman paling mudah tumbuh dibanding tanaman lain.
Kata dokter Rut, Secara ilegal, para ilmuwan, teman-teman
kerja dokter Rut itu, menjadikan kaum jelata sebagai kelinci percobaan. Dan
inilah yang mereka dapat, manusia malas yang setiyap hari hanya mengunyah dan
mengunyah.
Aku ingat sekali, wajah dokter
Rut sedih waktu menceritakannya.
Entah kapan, para ilmuwan akan
membawaku dari tempat ini. Saat itu terjadi
aku harus siap untuk lari. Tapi aku harus lari ke mana? Adakah tempat
yang aku tuju di luar sana ?
Seperti apakah tempat di luar itu?
Benarkah tempat di luar sana seperti yang pernah
aku lihat di TV. Tapi kapan itu aku
lihat terakhir kali? Apakah keadaanya sama dengan di TV itu?
Sebuah surga, tepi pantai,
hembusan angin, membawa bau laut, bau laut? Seperti apa? Seperti bau garamkah?
Apakah
orang-orang di luar sana
seramah orang-orang di TV itu? Apakah mereka
selucu ‘lelakon’ di TV itu? Lalu baju mereka, seperti apa? Apa mereka
juga hanya mengenakan baju warna putih seperti orang-orang di sini?
Apa
yang terjadi nanti? Akankan orang-orang di luar mentertawakan aku karena aku
bersisik?
Kepada siyapa aku akan mohon
perlindungan.
Ah...
aku tak mengkenal siapapun diluar rumah kaca ini. Aku hamya tahu dokter Rut
dan temannya para ilmuwan itu.
Jadi kelihatannya aku tak bsa
lari
Tapi
Dunia luar, seperti apakah? Aku sagat penasaran.
Tapi,
Kalau aku lari, apa saja yang perlu aku bawa? Baju? Ya tentu saja aku harus
berbaju sebagaimana layaknya manusia.
Ah,
ada suara gemerisik apa? Apakah, apakah, penghuni baru itu datang lagi?
Aku
merasa tubuhku bergetar.
Aku
segera bangkit dengan lincah lalu merayap memanjati pohon yang lebih tinggi.
Jantungku
terasa berdebur tak karuan, seumur hidupku, hutan dalam rumah kaca ini aman.
Sampai mereka memasukan penghuni baru. Sekelompok manusia mengerikan, dengan
wajah bengis, dan untayan gigi taring layaknya para pemakan daging.
Kekacawanpun
mulai terjadi. Setiap 2-3 malam sekali korban berjatuhan. Aku tak tahu dimana
orang yang mengendalikan keamanan keseimbangan tempat ini?
Kurasa
teman-teman dokter Rut mulai melakukan pekerjaan baru, membuat jaring-jaring makanan berlaku
secara alami. Para ilmuwan, teman-teman dokter
Rut itu, tidak lagi mensuplai makanan.
Mereka hanya menumbuhkan ini dan itu, berharap
para tanaman mampu menopang para herbifora, dan para herbifora menopang para pemakan daging, karnifora.
Mengerikan!
Kami
mulay merasa percuma berlaku ‘sopan’, meniru kesantunan manusia, bila ternyata
mereka dengan sengaja membuat hutan
tertutup ini berlaku –nyaris- alami. Menempatkan ‘kami’ sesuai
takdirnya.
Kmu tahu Takdir itu apa? Aku
sendiri tidak tahu apa itu, tapi Dokter Rut sering mengatakannya.
Kata dokter Rut, mereka
Menempatkan kami sesuai fungsi
ekologisnya. Tapi tetap Bukan
sebagai -orang- biyasa.
Vungsi ekologis itu apa?
Kata dokter Rut, fungsi ekologis
itu seperti kmu ada di tempat dimana kamu dan tempat tinggalmu saling membutuhkan.
Bersambung....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar