PANGERAN. 10
HALLO!
HALLO!
Kamu yakin, dia masuk sini? suara
para pendatang itu. para lelaki.
Yah, lihat saja rekaman kamera
pengintainya
Mati aku! Kukira kamera pengintai
hanya ada di hutan Buwatan. Ternyata di gedung huniyan orang juga ada! Dan
mereka memang mencariku!
Kurasakan seseorang mendekatiku.
Lalu terasa orang itu menarik Dinda. -Ah, dia ngompol. Sial.- Dia mendudukan
Dinda lagi di atas pangkuanku. Syukurlah.
Nenek Tua! Awas kau bila kau
menyembunyikannya. Semua pelanggaran dapat dibuktikan. Dan kau harus tanggung
sangsinya!- suara serak seorang pria terdengar.
Lalu terdengar pintu dibanting.
Karpetku dibuka oleh... oleh...
lutfi?
Aku masih gatal dan mulai
bergerak-gerak.
Ibu, kenapa dia? lalu semuanya
bersuara dengan bunyi anak-anak.
Aku mulai berdesah, berdesis,
mengeluarkan suara. Pandanganku berputar. Pasti karena bebrapa hari ini dokter
Rut tidak menyuntikan obat ke tubuhku. Aku bisa melihat, anak-anak yang agak
besar memeluk adik-adiknya yang kecil. Wajah mereka seperti itu. Antara takut
dan khawatir.
Bahkan kedua bayipun diam.
Akhirnya aku mengelupas. Dan aku
lunglai.
Waaaaaaaaaa. suara kagum, ngeri,
takjub, kaget, bingung menghujani diriku. Anak-anak kecil menjumputi guguran
kulitku. Nampak mereka mengaggumi kulit lepasku.
Buka ikatannya! suara bu Ratija
terdengar cemas.
Ibu, tapi kata ibu, dia mungkin
berbahaya. kalau tak salah dia namanya Karin.
Dia lemas. kata ibu Ratija mulai
membuka ikatannku
Kenapa?
Tadi kita sudah membaca tentang
mansis bukan?
Tidak, dia adalah yang musuh polisi-polisi gadungan tadi.
Kata siapa, ibu?
Musuh polisi gadungan pastinya
‘orang’ baik-baik.
Polisi gadungan itu, apa kakak?
Ah, sudahlah, kalau kau besar kau
akan mengerti. Cepat buka ikatannya!
Anak-anak ramai berswara. Karin
dan Nisa anak terbesar membuka taliku.
‘Terima kasih’, tapi aku tak
bisa mengucapkannya. Kusentuh bibirku
dan dadaku ku tepuk. Bahasa tubuh yang diajarkan dokter Rut.
Karin dan Nisa saling
berpandangan. Mereka tersenyum, hangat. Lalu memapahku ke tempat tidur.
Aku terlentang. Dikelilingi
anak-anak kecil. Dokter Rut aku jadi ingat kisah puteri salju yang pernah kau
ceritakan itu. Kira-kira keadaanku
seperti gambar putri Salju yang dikelilingi 7 kurcaci.
Dan perasaan ini, bagaimana aku
menggambarkannya?
Rasanya pasti pedih.Kata Ibu tua
di ujung tempat tidur.
ssssshhh... fuh... fuh... Ilalang
meniupi lenganku yang memerah muda.
Fuh... Fuh...Dinda mengikuti
kelakuannya.
Fuh... fuh... lutfi mengikutinya.
‘Hai...
kenapa...?’ aku menengok ke arah ibu Ratija.
Itu
cara kami, menghilangkan sakit pada anak-anak ‘bayi’ kami. kata ibu Ratija
diujung tempat tidur. Sepertinya dia
tahu apa yang ingin aku ucapkan.
Dokter
Rut, kmu pasti bilang tiupan itu adalah perilaku primitif. Tapi aku rasa
efeknya lebih cepat dari pada obat suntikmu.
ntah bagaymana menjlaskannya,
dengan tiupan anak-anak kecil aku merasa nyaman, hangat, dan ada rasa ngilu
didada.
Air
mataku menetes!
Inilah pertama kali aku menangis! Aku baru
tahu kenapa dokter Rut suka menangis di depanku. Rasanya pasti seperti ini.
****
BERSAMBUNG
Tidak ada komentar:
Posting Komentar