PANGERAN.
6
OPERASI
Tulisan ini aku tulis sambil
mengingat-ingat kejadian yang telah lalu. Cukup lama.
Buku jurnalku tertinggal di hutan
buatan. Jadi aku mulai lagi di buku jurnal yang baru.
Aku yakin, buku ini pasti
berguna.
Terakhir aku menulisnya di akhir
Februari.
Waktu itu, mungkin tanggalnya
kurang tepat. Ah tapi siapa yang akan peduli tentang waktu? Aku sudah keluare
dari hutan buatan!
Februari.
Begini,
Sejak para penghuni baru, pemakan
daging itu datang, maka hutan
Buwatan yag damay ini kini penuh
kegelisahan. Sesekali para ilmuwan itu mengutus seorang penembak jitu, untuk
menembakan bius lalu membawa salah satu dari kami. Kata dokter Rut, mereka
sedang mempelajari tingkat keberanian kmi suhubungan dengan program ‘teror’
yang mereka berikan.
Sesekali
dokter Rut muncul dan bicara denganku. Katanya, para ilmuwan itu sedang mencoba
meningkatkan produksi adrenalin kami, mungkin untuk tujuwan produksi yang lebih
besar, mungkin mereka pikir, adrenalin kami bisa menjadi sumber pacu jantung baru bagi para atlit,
atau orang jompo.
Kmu
jangan tanya: tentang adrenalin, pacu
jantung, dan apa hubungannya dengan orang jompo dan para atlit! Skalipun aku cuba
tulis 2 x, di buku laporan ini aku tetap tidak paham.
Kali
ini para ilmuwan itu akan membawa
siyapa?
Bisa saja yang tertembak itu aku. Jadi aku harus lebih waspada, karena, pastinya
mereka bukan hanya menginginkan contoh
darahku, tapi juga sel spermaku.
Mungkin
prosesnya akan lebih lama. Tempatnya bukan cuma di luar hutan Buwatan ini, bisa
jadi di ruang lain, gedung lain. Karena bukankah sel spermaku harus diamankan
dan selalu dalam keadaan segar? Seperti yang dokter Rut bilang.
Tidak!
Jangan sekarang aku belum menyiapkan rencana apapun untuk melakukan pelarian.
Rencana? Kedegarannya aku seperti ‘seorang’ manusia. Aku begitu terpesona
dengan kata –rencana- yang melintas
di otakku. Hingga aku tak berdaya, saat jarum suntik berisi pembius tepat
mengenai punggungku.
Dasar
manusia pengecut! beraninya menembakku dari belakang!
***
Rasa kantukku mengglayuti kelopak
mataku. Begitu berat. Tapi aku masih dapat merasakan mereka memasangkan bebrapa
alat di kepalaku. Bunyi detak berirama terdengar dari sebuah mesin. Seperti
irama denyut jantungku.
Siap?
Tanya seseorang. Suaranya belum pernah aku kenal. Dia mungkin ilmuwan baru.
Ya, sepuluh miligram saja. Lalu aku mendengar
yang lain menjawabnya. Suara itu juga aku belum pernah mendengarnya.
Suara-suara itu terdengar asing.
Denyut
nadi? Itu suara orang yang aku kenal.
Temannya dokter Rut, yang selalu membawa catatan di samping dokter Rut.
Tekanan?
Tanya suara wanita. Aku juga baru mendengarnya. Haa, sebenarnya ada berapa
orangkah di ruangan ini?
Aku
masih dengar mereka bicara, sampai semburan udara dalam selang yang terhubung
dengan hidungku tak mampu aku tolak.
Aku tak dapat mendengar apa-apa
lagi. Hanya gemuruh dengusan nafasku.
Lalu
aku merasa melayang. Tapi bukan seperti
burung yang terbang.
Dan aku terbnagun di tempat yang
sangat indah, di sebuah surga hutan yang damay, tanpa penghuni yang menyukai
sekali darah.
Lalu
seorang gadis menemuiku. Katanya dia adalah bidadari. Tapi dia tidak secantik
yang aku bayangkan. Seperti gambar dalam majalah mode yang pernah dibawakan
dokter Rut kepadaku.
Dia
cuma seorang gadis berkulit hitam, dengan wajah bayi, rambutnya merah keriting,
dan bibir yang tebal, pesek, dan yang menonjol, hidungnya pesek, seperti kera.
Tapi
buwatku, si bujang bersisik, bertemu dengan seorang gadis, orang normal, cukuplah
hebat.
Sebuah
hadiah terindah, mungkin aku harus berterima kasih pada dokter Rut karena telah
mengijinkan aku bertemu gadis, orang ‘normal’.
Aku tahu ini hanya mimpi.
***
Kubuka mataku. Kudapati aku
terbaring lemah di tempat yang aku benci. Ruang operasi.
Hallo
Sebelas! seorang ilmuwan, yang aku hapal wajahnya menyapaku. Senyumnya terlihat
nakal dan menggoda.
Cis!
Bagaimana
tidurmu? Mimpimu indah bukan? Tanyanya meledekku
Mimpi?
Ya itu pasti temuan mereka yang paling baru. Mungkin saat aku tidur tadi mereka
melihat mimpiku. Jangan Tanya padaku bagaimana caranya!
Oh! Jadi kini aku sebagai kelinci
percobaan mereka?
Dokter
Rut! Di mana dia? Biasanya dia slalu ada di sampingku bila saat-saat seperti
ini. Tentu saja aku hanya bicara dalam diri. Aku ini bisu.
bERSAMBUNG...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar