PANGERAN. 10
HALLO!
Dia melihatku! Tapi aku tidak lari. Aku ingin tahu dia mau apa. Dan dia melihatku terus. Matanya indah sekali. Seperti mata KW3 yang bulat besar. Lalu dari atas sini aku mengikuti mereka. Lalu mereka masuk ke salah satu gedung. Yang sering dokter Rut sebut rumah susun. Lalu aku kehilangan mereka.
Lalu aku melihat sebuah jendela
di lantai atas terbuka. Ada
tangan anak kecil melambaikan kain warna merah. Lalu dia menaruh buah pisang di
sana .
Aku langsung melesat ke sana . Maksudku, aku
berjalan, lalu meloncat, dan Aku tak
percaya akan bertemu seorang –teman- di luar hutan buwatan.
Beberapa kali seperti itu. Hingga
aku tak pernah lapar. Lalu kudapati waktu makanku tak ada lagi, aku pun
memberanikan diri ke sana .
Saat aku tiba, aku lihat jendela terbuka, dan buahnya ada di sana .
Aku menerimanya dengan terus
menatapnya. Dia –tersenyum- sepertimu dokter Rut. Aku mencoba tertawa. Tapi mungkin aku tak bisa memberi senyum yang
baik. Dia melihatku, takut. Lalu dia mundur. Tapi ia nampak ragu. Dan Matanya
mengajakku masuk.
Aku masuk. Lalu jendela tertutup.
Otomatis. Sial ini jebakan! Lalu aku merasakan pukulan di belakangku. Lalu gelap.
Kurasa aku bukan dalam perangkap kelompok ilmuwan lain. Tapi
situasi asing ini tetap saja membuatku gelisah. Aku lupa agar aku selalu
tenang. Agar aku tidak mengelupas di depan anak-anak manusia ini.
Ibu, dia sudah bangun.
Terdengar seorang di luar berteriak . Lalu aku melihat seorang wanita
tuwa datang. Dia menatapku. Mulutnya komat-kamit.
Kamu siapa? tanyanya menunjuk
diriku.
‘aku Sebelas’, tpi kmu tahu
bukan, aku tak bisa bicara. Aku hanya menatapnya, lalu wajah-wajah anak kecil
yang mengelilingiku.
Ayooo! kenalkan diri kalian! dia
akan baik, jika kita baik. Jangan takut anak-anak. Kata wanita tuwa itu.
Jika dia baik kenapa ibu
mengikatnya? anak kecil di sampingku bicara benin g, tanpa mengalihkan
tatapannya padaku.
Itu untuk berjaga-jaga. kata
wanita tuwa itu.
Dia tidak akan menggigit kita?
anak kecil lain menempelkan telunjuknya dengan ragu di peru tku.
Sebentar aku merasa geli, jarinya bukan cuma menempel, menekan, tapi
menggelitikku, seperti yang sering dokter Rut lakukan padaku. Dokter Rut, aku
yakin, mereka orang baik. Karena mereka mau menggelitikku seperti dokter Rut.
Yah, makanya ibu ikat. Oh, tuan Sisik jika benar kau pemakan buah dan
dedauanan, semestinya kmi tak perlu takut padamu ya?dia menyentuh dadaku dengan
gemetar, jelas sebenarnya dia takut, tapi dia ingin menunjukan keberaniannya di
depan anak-anaknya.
Saya ibu Ratija. Kata ensiklopedi,
kamu itu jenis paling jinak, dan
nyaris seperti kmi. Tangan kanannya menunjukan benda ditangannya, benda yang
oleh dokter Rut diberi nama ipad.
Tangan kanannya mengusap tubuhku dengan lembut. Seperti cara dokter Rut
menyentuhku. Tapi dari sentuhannya, aku merasakan ada yang berbeda. Tapi tetap
saja sama. Kurasa Ini sentuhan orang baik.
Lalu ibu Ratija menarik salah
satu anak. Ini Karin, 10 tahun. Kata wanita tuwa itu sambil menyentuhkan tangan
seorang anak wanita pada tubuhku.
Ini Muti, 4 tahun. Ica , 10 tahun. Lutfi 6
tahun, Nisa, 12 tahun, Dinda 1,5 tahun. Illalang 3 tahun. Aku menghapal nama-nama itu segera. Mereka mengenalkan dirinya! Dokter
Rut pasti setuju bila aku bilang mereka orang baik.
Mereka mulai berani menyentuhku,
merabaku, layaknya aku barang aneh. Sementara aku dalam keadaan terikat dan
menahan rasa geli karena sentuhan tangan-tangan mungil mereka. Mereka semua
tersenyum ragu.
Haus... mimi...-Dinda, anak yang
terkecil di kelompok ini, menyorongkan
–botol- air tawarnya padaku, memaksaku untuk minum.
Nisa. anak yang lebih tua
mengingatkannya.
Cepat aku hisap isinya. Yah aku
memang sudah haus. Dinda tersenyum. Lucu sekali.
Dokter Rut, apa ada hubungan
antara minum air putih dengan perasaan hangat?
Lalu tiba-tiba saja ada alarm berbunyi.
Aku begitu panik. Ibu tua itu segera menutupiku dengan karpet.
Pintu terbuka. Ada apa? tanya ibu Ratija. Tapi tak ada
jawaban.
Aku bisa mendengar derap kaki
bersepatu ‘seragam keamanan’ memasuki ruangan ini. Barang-barang berjatuhan.
Nisa! Seseorang memanggil yang
lain. kurasa Nisa menggendong bayi yang
satu, sedang ibu Ratija menggendong bayi yang lain. Oh! Ingin sekali aku
mengintip apa yang sedang terjadi. Tapi tanganku terikat di kursi ini, dan aku
tak bisa menyingkap karpet yang menutupiku.
Mendengar bayi-bayi itu menangis
kencang, aku panik. Aku belum pernah mendengar anak bayi manusia menangis
seumur hidupku.
Ibu, saya harap ibu tidak
menyembunyikan apapun dari kmi! Tadi
kami lihat, dari kamera pengintai bahwa ada penyusup masuk ke rumah ini.
Kata seorang lelaki di sela kegaduhan.
Ibu tahu, sangsi bila ibu
memiliki android, ataw mansis ilegal?terdengar suara keras seorang pria.
Kata mansis, itulah yang memanah kepalaku
dengan tepat. Mereka sedang mencariku! aku jadi panik. Aku lupa pesan dokter
Rut agar aku slalu tenang dalam keadaan apapun.
Jadi aku segera –akan
mengelupas-. Aku mulai bergerak, karena gatal. Dokter Rut, dmanakah kaw? Aku
ingin suntik anti sakitnya!
Tiba-tiba seseorang menupangkan
Dinda di pangkuanku. Sambil berbisik -sssst... diamlah! Sebenatar saja.
Kakak.suara anak lucu itu, dinda,
terdengar takut.
Dinda pipis.suara dinda terdengar
takut.
Bagus.bisik anak yang lebih tua.
Suara di luar tetap gaduh. Bayi-bayi tak juga diam. Derap
kaki, bantingan pintu, deritan kaca jendela berbunyi semua.
BERSAMBUNG.....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar