Rabu, 10 Agustus 2016

TELELOVE 53

PUTRI.  19
WANDA



Hidup bukanlah tentang mencari jati diri,
Tapi hidup adalah tentang bagaimana kau meninggalkan jejak di dunia..


Kubaca lagi berulang kali kata-kata mutiara dari Yusuf. Hatiku tergetar, pilu. Mungkin karena aku tahu dia seorang manusia buatan. Mahluk Chimera yang kemungkinan besar dia tak tahu dari mana saja kombinasi DNAnya berasal.
            Kuraba perutku. Kurasakan  mual dan ngilu.
            Benarkah jati diri, bukan hal penting bagi Yusuf? Tapi aku harus tahu jati diri anak  yang kukandung ini! Bagaimanapun caranya. Agar Tuhan dapat memaafkan semua yang telah terjadi.
            Kenapa hari ini Yusuf mengirimi kata-kata mutiara yang ngilu? Sedang sedihkah dia? 
            Biasanya kirimannya  cerita ceria. Membuatku tertawa. Dia pernah mengirimi cerita ini:
Bu Ratija memaksaku untuk meminta sesuatu yang baru, tapi terjangkau dengan uangnya yang di dompet (receh). Aku harus berpikir keras. Lalu aku ingat, tentang wedang uwuh, wedang yang hanya bisa dinikmati di café-café berkelas itu, minuman semacam itu selalu ada versi murahnya. Dijual dalam bungkus kecil, dengan harga yang jauh lebih murah, dengan rasa yang tentu saja berbeda. Tapi aku tetap penasaran. Maka aku pesan wedang uwuh tapi yang rasanya original. Tapi ternyata bu Ratija membelikan yang special.
            Special khusus dewasa. Mampu membangkitkan gairah dewasa!
            Olala!
(untungnya bu Ratija segera merebutnya, karena aku membaca cukup keras di dekat telinganya. Kalau tidak, aku yang tak tahu maksud keterangannya akan menegak minuman itu sampai habis, dan entah bagaimana jadinya cerita setelahnya!)
Hahahaha. Berkali-kali aku tersenyum sendiri membayangkannya.
Sebagai ‘teman baik’ aku selalu berbagi kegembiraan dengan pak Jan dengan mengirimkannya lagi pada pak Jan.
            Lalu –spontan- pak Jan akan mengirimiku simbol terbahak-bahak. Dia sering berkomentar, ‘temanmu ini seorang yang cerdas, kreatif, dia sangat cocok denganmu. Aku bisa merekomendasikan dia untuk langsung bekerja sebagai disainer atau insinyur di tempat kita. ‘
            Aku dan pak Jan memang aneh. Di mana  saja kami berada, kami  selalu terhubung.
             Beristigfarlah aku, menahan hasutan syetan no 15. Syetan pakar hubungan sosial. Dia, si syetan no. 15, beraksi di otakku. Dia  mengeluarkan grafik hubungan –tanpa aku mampu menahannya. Grafiknya seperti ini:

Kiriman pesan singkat = 1 poin            
Memasakan sesuatu     = 6 poin                  10
Membantu pekerjaan    = 7 poin                    9
Membelikan makanan  = 1 poin                    8
Marah                              = -1 poin                7
Tidak berbagi                 = -1 poin                 6
 Menolak  undangan     = -5 poin                  5
                                                                       4                                                                    
                                                                       3
                                                                       2
                                                                       1
                                                                        ___________________________________
                                                                              Waktu hubungan

Nah, bisa lihat bukan grafik kemajuan hubungan kami. Hubungan  kami meningkat seiring dengan waktu. Bahkan ada kecenderungan grafik parabola! Hebat.
            Jadi seperti inikah pertemanan? Persahabatan? Teman Tapi Mesra?
            Pasir di otakkau riuh berdebat. Syetanpun menari di sana.
Ok, kembali kepada: Yusuf.
            Bisa kupastikan dia tak setampan pak Jan. Tapi dialah kini mahluk misteriusku. Karena buatku pak Jan bukan sesuatu yang misterius lagi? Mungkin.
            Mungkin juga karena ibu Ratija dan 7 adikku selalu memuji-mujinya. Hingga aku hanyut kagum. Oh, aku begitu penasaran, apalagi sejak pesan-pesan singkatnya muncul di penyerentaku. Di Emailku. Di kotak suratku .
Tuhan, seperti apakah Yusuf itu? Apa setampan namanya? Kenapa dia tak pernah mau menunjukan dirinya di depan monitor. Kata adik-adikku dia menjadi pemalu bila aku muncul di layar. Malu? ‘pria’ dewasa, yang menurut ibu Ratija memiliki IQ tinggi itu, malu?
Bip! Penyerentaku berbunyi dengan jinggel penanda ibu Ratija.
“Qonita, tolonglah, Wanda dalam kesulitan serius! Yusuf dalam perjalanan mengantarkannya ke apartemenmu.”
            Belum sempat aku menjawab, Tap! Layarnya menghitam. Setelah kuhubungi balik, bahkan hanya ada tanda –di sana- segala saluran dimatikan. Oh ada apa lagi ini?

            Wanda dalam kesulitan? Dia diungsikan ke tempat ini? Oh ibu Ratija... tempat ini bukan apartemenku! Dan statusku di sini juga sebagai ‘pelarian’. Kenapa tidak tanya padaku dulu? Minimal aku bisa minta ijin pada pak Jan. Apa katanya nanti?




BERSAMBUNG...

Tidak ada komentar:

Translator: