Selasa, 23 Agustus 2016

TELELOVE 56

PUTRI. 19

WANDA




Kehadiran Wanda di apartemen pak Jan benar-benar menghilangkan konsentrasiku di kantor. Aku tidak tenang meninggalkan dia seorang diri di sana, sekalipun ada si Boy. Apalagi si Boy itu mobilitasnya tinggi. Sebentar mengantarku, lalu dia belanja, pulang, lalu mungkin melakukan hal-hal yang diperintahkan pak Jan, lalu, menjemputku. Lalu mengantarku ke tempat syuting atau ke mana saja.
Nah, banyak sekali waktu di mana Wanda berada sendiri di apartemen.  Aku takut jika Wanda  ‘menggeledah’ apartemen pak Jan seperti yang sering dilakukkannya setiap kali menemukan kesempatan.
            Seharusnya dia –kali ini- dapat menahan otak kriminalnya. Semoga dia sadar bahwa apartemen pak Jan adalah persembunyian yang tepat. Karena itu Wanda harus bisa beradaptasi. Setidaknya berpura-puralah menjadi gadis yang santun.
“Qonita! Iklannya dah mulai tayang!” 
Aku benar-benar loncat mendengar teriakan dari meja sebelah kanan.
            “Selamat ya!’ tepukan dari sebelah kiri yang kerasnya seperti dia sedang menggebug tikus.
            “Apa benar serentak di jam yang sama di 10 saluran TV?”
            “Yoi!”
            Lalu berita gembira mendadak berubah menjadi petir dalam botol. Membuat pecah berkeping. Mengagetkan semua orang.
            Maya tampil di sana dalam salah satu monitor yang terpampang diantara 50 monitor TV. Dalam seluah acara infotainment. dengan sebuah informasi yang mengejutkan . Mulanya hanya beberapa orang yang memperhatikan, lalu semua yang ada diruang monitor itu memperhatikan.
Lalu pasir diotakku mulai berhitung: tentunya 1/50 kali jumlah penduduk indonesia yang saat ini sedang menonton TV. Mendengarkan apa yang diberitakan di Infotainment, program kacangan, tak berguna, penuh fitnah, hasut, membuat cacat sikap berpikir positif. Tapi ajaibnya, program ini tetep abadi dan mendapat banyak iklan, karena mempertahankan ratingnya.
            Monitor bergambar Maya itu dilengkapi dengan kata kunci dalam  dialog Hostnya:
“... wah ini kejutan! ternyata Jan Rabiko, pengusaha sukses, pemilik perusahaan jasa Citra Indah, sebagai kekasih gelap Maya selama ini.
            “wah, terlambat ya beritanya? tahu-tahu Maya sudah putus, akibat Jan Rabiko,  kekasihnya itu menghamili selingkuhannya...”
            “Alamak... apa skandal ini mempengaruhi indeks di bursa saham?”
            “Doooooooo... jangan dramatis begitu, Jan Rabiko dan usahanya tak kan mudah terguncang dengan isu kacangan seperti ini.”
            “Sebagaimana isu sultan negeri tetangga memilki banyak perusahaan multinasional juga memiliki banyak selingkuhan?”
            “Bandingan yang tepat! hehehe, Apa Maya hanya akan  gigit jari saja ?”
            “Karena tiada harta gono gini?”
            “Sepertinya begitu. Tiada guna informasi ini diteruskan kepada pemirsa.”
            “Berguna pastinya, ini sebagai pengumuman, kepada para pengantri di depan pintu hati Maya... kamu dapat nomor berapa?”
            “Aku baru mau daftar.”
            “Ngomong-ngomong ada calo nggak?”
            “Hallah... ini ngantri cinta apa ngantri kupon air ya?”
            “oke kita lihat yang ngantri di acara kita dulu...”
            Lalu iklan yang dibuat oleh  perusahaan kami.

            “Qon, apa kita tak salah dengar?” tanya Kamila. Sepertinya informasi itu dia serap dengan hati-hati.
            Aku hanya mengangkat alis. Tuhan bagaimana jika Maya, dan 1/5 x jumlah penonton Indonesia tahu bahwa wanita hamil  yang dimaksudnya adalah aku. Tapi aku hamil bukan karena pak Jan! Tapi dari mana TV ini  tahu aku hamil? Apa TV ini mengarang? Dan kebetulan karangannya itu persis dengan keadaanku?
            “Yah, Kamila, info seperti itu aja dibahas.”
            “Tapi ini kan bapak pimpinan kita. Setidaknya dia itu punya beban moral, sebagai ikon atau citra perusahaan.” Kamila bersidekap. Mulutnya kerucut.
            “Oh, Iklannya lebih semenit!” untungnya Anita lewat sambil menepuk punggungku dan punggung Kamila, berlalu dengan cepat,  memotong info kaget ini dengan pas.
            “Wah, mereka tak memotongnya!” kata Anita tepat di depan kumpulan monitor TV.
            “Horeee!” Sorak sorai seisi ruangan tayang. Kurasakan sekejab kegembiraan meluap.
            “Alhamdulillah.” Kuraba perutku. Tapi  berita iklanku tak mengurangi kecemasanku.

***


BERSAMBUNG

Tidak ada komentar:

Translator: