Sabtu, 27 Agustus 2016

TELELOVE 57








PUTRI. 19

WANDA







 Dengan terburu aku buka  komputerku. Benar, kutemui pesan segar disana.
Pak Jan: Bisakah tak kau pedulikan berita tentang Maya, tadi?
Aku :  tentu saja  TIDAK
Pak Jan: Kalau begitu bisakah kita menikah?
Oh, Tuhan  apa pertumbuhan janin ini menciutkan kemampuan otakku? Aku sungguh tak mengerti jalan pikiran Pak Jan.
Pak Jan hanya mengirim pesan via internet, dia pasti tahu, aku keberatan menerima telephonenya di tengah jam kerja seperti ini, apalagi mejaku dikelilingi oleh meja-meja para seniorku. Sekalipun kami dipisahkan oleh papan partisi  setinggi dada.
            Pak Jan: Hallo...
            Aku : maaf...? bagaimana tentang Wanda?
            Pak Jan: Oh, ya Boy sudah menceritakan semuanya.
            Aku : Boy?
            Pak Jan : Dia tidak bisa tinggal dengan kita.
            Aku membaca  kata *KITA* dengan istimewa. Pasir diotakku menyuarakannya dengan intonasi tekanan bertenaga.
            Aku : Aku ingin segera bertemu, pak.
 aku harus bicara langsung padanya mencari cara melindungi Wanda, sekalipun, mungkin lewat wawancara singkatnya, atau pembisiknya si Boy itu, pak Jan menyimpulkan bahwa Wanda tidak patut ditolong.
            Pak Jan : oh ya! Tentu saja aku juga rindu kamu.
            Aku tertegun membacanya. O-ooo, dia salah paham!
            “kakak Qonita ada kiriman bingkisan!” seorang office boy mengacungkan bingkisan berpita merah.
            “Wah, dari penggemar nih?” tanya sebelah kiri.
            Sekotak coklat aneka rasa. Kubaca pesan dari pengirimnya:
           
Aku membayangkanmu makan bersamaku, tapi kita berjauhan bukan?
                                                                                                           *_*

Waktu aku lirik lagi, Pak Jan telah menghilang dari sana (monitor komputerku).
            Kuketikan pesan terakhirku: ‘Baik, aku akan simpan coklatnya. nanti kita makan coklat ini sama-sama.’
            Pasir di otakku  berdesir  riuh kalang kabut.
 Si Boy android itu telah melakukan wawancara pada Wanda untuk  pak Jan? Kapan? Seingatku si Boy selalu ada dalam keadaan diam, tanpa kata.  Yah, kecuali bila aku memerlukan jawaban cepat semacam:
‘Boy berapakah akar seratus tiga belas kali tigapuluhlima lalu dibagi tujuh puluh?’
‘Apa nama ibu kota pecahan negara X yang telah berpindah tempat itu?’
‘Jika menstruasi terakhirku tanggal 5 bulan februari, lalu aku hamil, kapan kira-kira/tepatnya aku akan melahirkan?’
Nyaris semua jawabannya memuaskanku. Kecuali bila aku tanya.
‘Boy, siapa Tuhanmu?’ dia akan mendadak bodoh.
Tapi bila kau tanya ini. ‘Boy, siapa yang tercantik di rumah ini?’
Dia selalu memberi tambahan kata ‘sial’: ‘SIAL! Nona Qonitalah  yang tercantik!’ satu-satunya jawaban yang paling manusiawi menurutku.
Aku tahu pertanyaannya bodoh, tentu saja aku yang tercantik, karena di apartemen hanya akulah yang wanita, awalnya.
Kamu juga tahu jawabannya di apartemen kami, pak Janlah yang paling tampan, tak diragukan lagi. Tapi coba tanyakan ini pada Boy:
‘Boy, kau ini lelaki atau perempuan?’
‘Saya android.’ Yah, susah memang memaksakan status gender padanya.
Jadi bagaimana bisa Boy bertanya pada Wanda? Dia itu diprogram untuk menjawab dan menuruti perintah, melindungi, bukan semacam android investigator.
Lalu bagaimana informasi itu sampai pada pak Jan? apa si Boy juga main internet sepertiku? mungkin saja, walaupun aku belum pernah melihatnya.
Lalu seperti apakah hasil wawancara atau investigasi si Boy dengan Wanda? Lalu disampaikan kepada pak Jan

‘Dari penampilannya, dia itu –jelas- lebih cantik dari pada Qonita. Bila ukurannya ketinggian hidung dan jidat. Kulit yang putih, mata yang indah, bentuk bibi, leher yang jenjang.’
‘Tapi kesehatannya:...Hati-hati pak, dia ada panunya. Jamurnya bisa saja mengkotaminasi alat-alat di rumah kita’ (ini terlalu berlebihan)
‘Melihat dari rambutnya yang dicat biru, tapi aslinya merah dan pecah-pecah,  bibir pucat pecah-pecah, tumit pecah-pecah, kulit kering pecah-pecah, Gigi palsu murahan,  wajah pucat, berat tubuh yang kurang, bisa dipastikan dia penderita gizi buruk .’
            ‘Dia seorang piatu sejak umur tiga tahun, ibunya meninggal karena AIDS’, ayahnya seorang penjudi. Kehidupannya sengsara. Secara teknis, Wandalah yang jadi tulang punggung keluarga’
            ‘Dalam suatu program pencatatan sipil, saat dilakukan test DNA, DNA Wanda berbeda dengan DNA kedua orang tuanya. Banyak yang tak percaya dia bukan anak haram. Gara-gara *program sialan* itu  Hidupnya benar-benar sengsara. Dia tak memiliki  hak waris, atau kebingungan saat pendaftaran sekolah, pengisian formulir jaminan sosial.
“Ayahnya begitu frustasi, dan mulai menyalahkan almarhum istrinya. Kasihan sekali Wanda. Padahal kasus seperti ini, bisa diselidiki lebih jauh lagi, bila ayahnya berniat. Membuktikan bahwa –MUNGKIN SAJA Wanda seorang Chimera.[1]
“Hm, tapi kita tahu bukan, jenis ayah yang bodoh, kurang wawasan, egois, tidak memikirkan masa depan anak, dan miskin, tentu tak pernah berniat melakukannya.’
‘Sungguh malang memang nasib Wanda.’
‘Karena ketakjelasan statusnya ini, dunianya seperti gelap. Sebagai ‘tulang punggun’ keluarga, dia mengusahakan apapun demi kupon air, listrik.
‘Kenapa dia tidak bergabung di rumah ibu Ratija?’
‘Karena jika dia bergabung di rumah ibu Ratija, maka ayahnya akan ‘makan’ apa?’
            ‘....kisah terakhirnya...’
            ‘....Pendidikannya sebagaimana Qonita, dia melalui tahap pembelajaran di rumah. Tapi dia tak memiliki sertifikat apapun...’
            ‘...Tingkat kepandaian, karena hidup susahnya memaksa dia memutar kepala setiap harinya,  dia menjadi nampak lebih cerdas dari Qonita...’
            ‘...kesehatan jiwa? Yah tentu saja dia nampak lebih normal dari Qonita, sekali lagi karena hidupnya ditempa di dunia ‘nyata. Sedang Qonita? Sekalipun terlilit kesusahan, kurang gizi juga, tapi dia diselimuti rasa aman dan kasih sayang di rumah ibu Ratija.’
           
“Trims ya, Nong!” terlonjak aku dari kursiku. Ternyata aku-melamun- lagi. Lagi-lagi aku melamun. Melamunkan wawancara si Boy.
Kulihat Kaleng coklat kosong terpampang di depanku. Hah? Memangnya aku baru bagi-bagi coklat ini?
Oh Tuhan! Aku nggak relaaaaaaaaaaaaa...!
***



BERSAMBUNG



[1] Satu organisme yang memiliki  dua set profil genetik yang berbeda., misalnya profil DNA mulut berbeda dengan profil DNA rambut dan darah.

Dalam jurnal kerdokteran, sepanjang sejarah, hanya ditemukan 30 kasus manusia Chimera. Kebanyakan mati saat lahir, atau mati usia muda.

Tidak ada komentar:

Translator: