PUTRI 23
PREMATUR
Para ilmuwan telah memaksa Yusuf untuk menyumbangkan spermanya?
Dan kini Yusuf pergi melarikan diri, karena para penjahat intelek itu pasti
ingin menangkap dirinya. Dan selama pelariannya, Yusuf bertambah pintar.
Kepandaiannya membuktikan bahwa apa yang telah dikerjakan dokter Rut berhasil!
PREMATUR
Otakku terengah, aku harus
hentikan, aku bukan seorang cerdas yang mampu menampung semua informasi ini dan
menyimpulkannya dengan cepat. Aku bukan seorang saintis. Aku cuma seorang konseptor iklan junior yang baru diangkat.
Oh,
salah, Tuhan pasti punya rencana lain dengan kemampuan pasir di otakku ini. Dia
pasti memerintahku untuk –berpikir- secara rapih, sekalipun isi otakku hanya
pasir yang berantakan. Jadi bagian mana yang aku tidak mengerti?
Mereka
(para ilmuwan itu) pasti sudah menduganya, bahwa bisa saja IQ Yusuf berkembang secara ajaib sebagaimana yang
mereka rancang. Lalu setelah IQnya berkembang secara ajaib ini, Yusuf pasti
kembali mengadakan serangan balik, sebagai dendam, atau sekedar bukti kesetiaan
dan tanggung jawab moralnya sebagai alumni hutan buatan.
Kudengar
pintu otomatis terbuka. Aku tahu ruang ini dibuat sebagai ruang steril hingga
untuk memasuki kita harus melalui beberapa ruang untuk sterilkan kuman.
Lalu
langkah-langkah tergesa mendekat.
“Bagaimana
Qon...?” tanya pak Jan dengan wajah cemas. Beberapa orang berpakaian seragam
mengikuti langkahnya, memasangkan labu infus di tiang tempat tidur. Seseorang
membuka lenganku dengan paksa.
“Pak...
tunggu, tunggu, sekarang sudah tidak ada kontraksi lagi.” Spontan saja aku
berteriak, meski bayiku dalam rahimku, masih terasa meremas-remas rahimku. Tanganku menahan mereka. Aku mencoba bangun.
Tapi pak Jan malah menahanku. Dia
berbisik dengan tekanan cemas di telingaku,
”Tenanglah Qon, semua akan baik-baik
saja. Ini semua untuk keselamatanmu, keselamatan kita semua.”
Lalu aku rasakan seseorang
menusuk jarum suntik ke tanganku. Aku berontak semampuku.
‘ada
yang tidak beres!’
teriak para pasir di otakku.
Tapi percuma, tangan pak Jan
begitu kuat, dia memelukku, aku menegang, kaku. Wajahku ada di dadanya, hingga
aku dapat mencium aromanya. Aroma yang dulu membuat aku mabuk kepayang.
Kini aroma itu membuatku bingung.
Pak Jan, apa maksudnya? Kenapa kau yang memutuskan? Pasir di otakku gemuruh,
membuyarkan segala kisah penting seorang Yusuf dan dokter Rut.
“Percayalah, penderitaanmu akan
segera berakhir, kita akan melalui hidup baru bersama.” Bisik pak Jan ditelingaku.
Aku sama sekali tak dapat
percaya!
***
BERSAMBUNG
Tidak ada komentar:
Posting Komentar