Selasa, 04 Oktober 2016

TELELOVE 74

PUTRI 23



PREMATUR





Otakku terengah, aku harus hentikan, aku bukan seorang cerdas yang mampu menampung semua informasi ini dan menyimpulkannya dengan cepat. Aku bukan seorang saintis. Aku cuma seorang konseptor iklan junior yang baru diangkat.
            Oh, salah, Tuhan pasti punya rencana lain dengan kemampuan pasir di otakku ini. Dia pasti memerintahku untuk –berpikir- secara rapih, sekalipun isi otakku hanya pasir yang berantakan. Jadi bagian mana yang aku tidak mengerti?
            Para ilmuwan telah memaksa Yusuf untuk menyumbangkan spermanya? Dan kini Yusuf pergi melarikan diri, karena para penjahat intelek itu pasti ingin menangkap dirinya. Dan selama pelariannya, Yusuf bertambah pintar. Kepandaiannya membuktikan bahwa apa yang telah dikerjakan dokter Rut berhasil!
            Mereka (para ilmuwan itu) pasti sudah menduganya, bahwa bisa saja IQ Yusuf  berkembang secara ajaib sebagaimana yang mereka rancang. Lalu setelah IQnya berkembang secara ajaib ini, Yusuf pasti kembali mengadakan serangan balik, sebagai dendam, atau sekedar bukti kesetiaan dan tanggung jawab moralnya sebagai alumni hutan buatan.
            Kudengar pintu otomatis terbuka. Aku tahu ruang ini dibuat sebagai ruang steril hingga untuk memasuki kita harus melalui beberapa ruang untuk sterilkan kuman.
            Lalu langkah-langkah tergesa mendekat.
            “Bagaimana Qon...?” tanya pak Jan dengan wajah cemas. Beberapa orang berpakaian seragam mengikuti langkahnya, memasangkan labu infus di tiang tempat tidur. Seseorang membuka lenganku dengan paksa.
            “Pak... tunggu, tunggu, sekarang sudah tidak ada kontraksi lagi.” Spontan saja aku berteriak, meski bayiku dalam rahimku, masih terasa meremas-remas rahimku.  Tanganku menahan mereka. Aku mencoba bangun.
Tapi pak Jan malah menahanku. Dia berbisik dengan tekanan cemas di telingaku,
”Tenanglah Qon, semua akan baik-baik saja. Ini semua untuk keselamatanmu, keselamatan kita semua.”
Lalu aku rasakan seseorang menusuk jarum suntik ke tanganku. Aku berontak semampuku.
‘ada yang tidak beres!’ teriak para pasir di otakku.
Tapi percuma, tangan pak Jan begitu kuat, dia memelukku, aku menegang, kaku. Wajahku ada di dadanya, hingga aku dapat mencium aromanya. Aroma yang dulu membuat aku mabuk kepayang.
Kini aroma itu membuatku bingung. Pak Jan, apa maksudnya? Kenapa kau yang memutuskan? Pasir di otakku gemuruh, membuyarkan segala kisah penting seorang Yusuf dan dokter Rut.
“Percayalah, penderitaanmu akan segera berakhir, kita akan melalui hidup baru bersama.” Bisik pak Jan  ditelingaku.
Aku sama sekali tak dapat percaya!

***


BERSAMBUNG

Tidak ada komentar:

Translator: