Rabu, 05 Oktober 2016

TELELOVE 76


PANGERAN. 24


MENYUSUN KEPINGAN PUZZLE






“Oh! Kau belajar filsafat juga?”                  
            “Itu cuma sepenggal kebaikan dari seorang Dalai Lama.”
            “Apa kau sama sekali tak merasa sakit saat mengelupas?”
            “Hanya jiwa pasrahlah yang dapat terbebas dari penderitaan.”
            “Ah…hmmm…”
            “Mahatma Gandhi.”
            “FANTASTIK!” mata dokter Rut membelalak takjub. Dia pasti hapal dengan falsafah-falsafah kuno yang aku petik.
            “Dokter tidak ingin mengujiku dengan beberapa test?” tanyaku menyindir.
            “Oh, ya, sekedar memastikan saja.” Dokter Rut mengeluarkan tabletnya, lalu menset sebuah game. Catur. “Mainkanlah!”
            Hah! Dasar ilmuwan! Segalanya dibuat efesien dan mengandung kalkulasi. Dia tak menangkap nada sinisku terhadap kesetiannya pada profesinya. Dia tak memperhatikan betapa aku ingin menikmati makanan dan minuman, dan obrolan ringan, setelah segala kegilaan mengejar hidupku.
            “Kau tahu permainan ini bukan?” tanyanya menjadi ragu melihat aku diam saja.
            “Tentu saja.” Aku mengambil alih tabletnya, dan memulai permainannya.
            Dia diam, aku tahu dia terpesona dengan kelincahanku berpikir.
            “Mengobrolah, aku ingin tahu cerita yang aku tinggalkan di hutan buatan ini.”  Kataku sambil mempermainkan bidai-bidai catur dalam tablet.
            “Tidak aku tak mau mengganggu konsentrasimu.” Dokter Rut mengibaskan tangannya memerintahkan aku agar aku terus bermain.
            “Aku bisa melakukannya sambil mengerjakan hal lain.”
            “Apa?!”
            “Ceritakan saja segalanya, terutama tentang –ibu anak biologisku-.”
            “Apa?!”
            “Dokter, aku sedang mencari ibu anakku. Itulah alasanku mencarimu.”
            “Apa?!”
            Sejenak kutatap matanya. Dia benar-benar terkejut.
            “Kau tahu semuanya?”
            “Jika aku tahu semuanya, aku tak kan mencarimu.”
Ding-dong! Jinggel kemenangan menyeru-nyeru dari tablet. Aku tersenyum sombong.
Dokter Rut tambah melotot, saat melihat kemungkinan angka IQ yang aku capai karena memenangkan beberapa level kesulitan dalam permainan catur.
         “Fantastik!”  dia berdecak-decak kagum.
         “Jadi ceritakanlah segalanya. Dengan sejarah perkembangan mental dan karakterku, dokter pasti tahu, kini aku ada di tahap manusia dewasa seperti apa.”
         Dokter Rut masih menatapku takjub.
         “ Kecuali jika dokter ada dalam konspirasi untuk menjebakku lagi.”
         “Oh? Ti... ti... tidak! Aku percaya!”
***





BERSAMBUNG

Tidak ada komentar:

Translator: