Selasa, 04 Oktober 2016

TELELOVE 75

PANGERAN . 24
MENYUSUN KEPINGAN PUZZLE


Bintang terang hanya terlihat dalam kegelapan.


“Sebelas....” berulang kali dokter Rut  mendesah, tersenyum takjub, aku takkan salah dengan mataku, bahwa dia adalah sepertinya sedang mengaggumiku, sebagai ciptaannya. Dia lalu mengeluarkan semua makanan yang ada di kulkas, lalu memasaknya dengan cara yang instan.
            “Sebelas, sebelas… sulit aku mempercayai apa yang sedang kualami kini.” Berulang kali dia menyebut panggilanku dulu.
            “Kini aku punya nama, dokter Rut.” Kulihat dokter Rut sedikit terkejut.
“Namaku,Yusuf, dok.” Koreksiku. Lagi. Tentu saja aku merasa risih dipanggil dengan deretan angka. Tapi dkter Rut terus menyebutkan angka sial itu. Sebelas.
            “Kenapa dokter tak mencariku?”  aku mencoba bertanya setenang mungkin, walau sejak bertemu dengannya bagian otak masa laluku yang primitif membuat aku gegap gempita  karena kerinduan dan bisa membuatku nyaris mengelupas.
Sementara belahan kesadaranku  (yang merupakan hasil dari kerja otak yang telah mengalami revolusi) memberi peringatan untuk selalu waspada:
‘dokter Rut, mungkin adalah musuh utamamu!’
“Mencarimu? Bukankah aku lebih baik membiarkanmu bebas?” Dia mengedipkan matanya sebelah, sambil tersenyum.
Aku terpana sejenak. “Begitu ya?” Oh, Tuhan mudah-mudahan dugaanku benar. Bahwa dia tetap seorang dokter yang baik.
“Tapi pihak Yayasan, selalu menerapkan prosedur keamanan bagi setiap objek ataupun hasil penelitiannya.” Katanya sambil menghela nafas.
“Oh, ya tentu saja, mereka menyewa para mafia kupu-kupu untuk mencariku?”
“Dari mana kau tahu bahwa itu dari yayasan ini?”
“Bukankah Dokter baru saja bilang tentang prosedur keamanan bagi setiap objek  penelitiannya?”
“Bagaimana kau menyimpulkan bahwa mereka yang ditugaskan mengamankanmu?”
“Siapa lagi yang berkepentingan dengan objek menarik sepertiku? Dan tentunya sangat berharga? Tatto kupu-kupu di lengan mereka. Mereka sepertinya bekerja sangat efektif sehingga mereka rajin di daerah persembunyianku.”
“Tepat, dan aku selalu berharap, kau tak kan pernah mereka temukan.” Wajah dokter Rut nampak kagum dengan paparan super singkatku.
“Oh, terima kasih dokter Rut, aku tahu nasibku jika aku tertangkap mereka.”
“Kembali ke hutan buatan, dengan status –objek baru-. Nasibmu akan lebih mengenaskan di sana.”
Akupun menelan ludah mengingat apa yang baru saja terjadi di sana. “Bagaimana tentang perburuan brutal itu?”
“Oh, kau tahu? Kau mengintip? Bagaimana caranya? Sistem keamanan kami sangat rapih dan rapat.” Dokter Rut nampak kaget.
“Aku menggunakan ini.” Kataku menunjukan telpon genggamku.
“Hah?” jelas sekali dokter Rut tidak percaya. Matanya membesar takjub. Dia pasti tak menyangka aku bisa meretas hanya berbekal telpon genggam.
“Lihat, aku merekam kegilaan yang terjadi di sana tadi siang.” Kutunjukan gambar yang membuatku jijik itu.
“Oh... kau!” dokter Rut benar-benar takjub, bingung, dan cemas. “Sungguh aku tak percaya kau mampu melakukannya! Mengintip melalu cctv, lalu merekamnya. Bukankah, kau harus melalui berlapis kata sandi menuju ke kamera sana?”
Aku diam saja, dan tersenyum bangga.
“Jadi bagaimana nasib kawan-kawanku di sana?” tanyaku sambil menyesap minuman telur mentah campur susu dan beberapa sayuran, ini adalah minumanku –jaman dahulu-.
“Sejak kau lari, terjadi kekacauan rantai makanan di sana. Kami ingin membiarkan suksesi alami memperbaiki komposisi ekologisnya.
“Tapi karena sistem itu sudah ‘buatan’ manusia sejak awal, maka Tuhanpun malas untuk merawatnya secara alam. Terakhir yang terjadi adalah pertumbuhan populasi Carnivora di luar kewajaran, akibat, tidak berjalannya sistem kontrol alami semacam penyakit atau apalah di sana. Sementara Yayasan membutuhkan dana baru untuk penelitian-penelitian baru yang lain, maka dijadikanlah hutan buatan itu sebagai dunia fantasi, panggung hiburan orang-orang idiot. ‘sasana perburuan ilegal’.
“Tak disangka-sangka, peminatnya cukup banyak, padahal kami mematok harga yang sangat tinggi, mengingat sistem keamanan, dan kerahasiaannya harus terjamin.”
Kurasakan permukaan tubuhku dirayapi rasa gatal. Emosiku larut dalam kisah ekologi buatan yang memilukan, betapa biadabnya mereka!
“Dokter membiarkan semua ini terjadi?”
“Aku sudah menentangnya, tapi jika yang menentang hanya seorang diri, apalah artinya.”
“Dokter, bagaimana jika tayangan cctv ini aku kirimkan ke kantor berita?”
“Jangan bodoh! kantor berita  diduduki oleh orang-orang kami juga. Itu artinya sama dengan memberitahu mereka kau ada dimana. Mereka bisa menangkap sinyal pengiriman dilakukan di mana, dan kau pasti tak menduganya, kaki tangan mereka itu ada di setiap inci negeri ini.”
“Oh?”
“Mereka tinggal memerintahkan seseorang yang mungkin sedang mengupil di samping kita!”
Aku  sudah memperhitungkannya, tapi tak pernah menyangka serapih, dan seefesien seperti ini cara kerja ‘mereka’. Mereka itu seperti hantu gutrita yang membelit sana sini tanpa diketahui korbannya.
“Jadi kini kau tahu, kenapa aku tak berdaya, selain membantu riset-riset.”
“Doktor bisa keluar dari B-Go.”
“Andaikan saja aku bisa melakukannya, aku sudah lakukan itu sejak sebelum kau muncul. Bekerja di B-Go, itu artinya kau melakukan kontrak kerja seumur sisa hidupmu, selama otakmu tidak rusak, dan kau sehat!”
“Astaga!” kini aku baru mengerti kenapa selama ini  raut wajah dokter Rut itu seperti orang mati.
“Kadang-kadang aku ingin menghancurkan tempat ini, tapi hanya tempat inilah yang membuat jejak hidupku ada.”
“Aku ingin menyelamatkan hutan buatan.”
“Tak ada satupun cara untuk melakukannya.”
“Aku akan menemukan caranya.”
“Ah, sudahlah! Oh ya apakah kau tetap menulis semua ceritamu bukan?”
            Aku diam kaku. Nah! Buatmu mungkin semua ini cuma jurnal ilmiah biasa. Tapi bagiku, tulisanku adalah sejarah penting hidupku.
            “Tentu saja.” Oh! Coba bagian mana dari pertemuan ini yang romantis, sebagaimana seseorang yang memilki hubungan istimewa terpisah sekian lama? Atau aku terlalu cengeng? Karena hari-hariku di tengah keluarga  ibu Ratija, keluarga  yang penuh kasih sayang dan kehangatan?
            “Aku ingin melihatnya!” mata dokter Rut bergairah seperti saat-saat aku berhasil memecah persoalan-persoalan teka-teki sederhananya.
            Aku tersenyum sinis. Hah! Sial! Tak ada sedikitpun kerinduannya bagiku. Hanya observasi dan observasi yang ada diotaknya.
            “Aku tahu ini adalah hal penting yang ingin dokter ketahui: Aku ada di IQ 170, Jika kau tak percaya, Kau bisa mengujinya langsung denganku.”       
            Makanan matang. Aku langsung melahapnya.
            “Bagaimana kau mengendalikan pengelupasanmu, tanpa suntikan.”

            “Dengan berdamai terhadap diri sendiri.”



BERSAMBUNG 

Tidak ada komentar:

Translator: