Minggu, 16 Oktober 2016

TELELOVE 83

Tapi pasir di otakku yang biasanya ribut dengan berbagai Ini pasti mimpi. Ini hanya mimpi. Seperti biasanya, mimpi yang dimiliki oleh orang-orang kreatif sepertiku. Berulangkali jiwaku memberi pengumuman pada pasir di otakku.
‘(Ini hanya mimpi) x 1000[1]
pendapat begitu kompak menjawab: ‘(ini sedang terjadi, bangunlah!) x 10000[2]
Pembaca budiman yang cerdas dan pandai matematik, pasti langsung tahu jawabnya.
Kini, kucoba kuhubungankan antara pandangan mataku dan pasir di otakku.
Kini kusadari kami sampai di sebuah mega sangkar. Ini pasti semacam hutan buatan yang sering diceritakan Yusuf. Hutan hujan tropis yang lebat, rimbun, dan berasap. Kenapa pak Jan membawaku lari ke  hutan yang berasap ini? kebakaran Hutankah ini?
Lalu Kusadari hutan ini dalam keadaan kacau. Asap merayapi udara.  Terdengar jeritan dari berbagai macam suara. Pepohonan yang bergoyang-goyang menahan loncatan primatan dari dahan ke dahan.
 “Pegang yang erat, hati-hati  kita akan ke atas...” pak Jan menarik tanganku. Sementara aku mulai terengah. Perutku tegang. Apa pak Jan lupa aku dalam keadaan hamil? Kenapa dia menyuruhku memanjat?
Baru beberapa cabang pohon kami lalui ketika dentuman terdengar tak jauh dari kami. Suara sirine, alarm tanda bahaya meraung-raung menambah kalut suasana. Samar kedengar derum mesin helikopter menambah bingungku. Ya, kami harus naik ke atas, helicopter itu pasti menjemput kami. Bagaimana pak Jan mengaturnya?
***



BERSAMBUNG



[1] Sebuah persamaan matematika.
[2] Sebuah persamaan matematika juga.

Tidak ada komentar:

Translator: