Senin, 06 Juni 2016

#Novel #Scifi #Dystopia. TELELOVE. Bagian 9. Kesit Susilowati

PUTRI. 3
SI BOLA BEKEL



Alamak!... bu Ratija!... Tuhan...! Rahman! Rahim! Mufti! Ilalang! Dinda! Karin! Ica! Muti! Nisa!  Ada yang terlewat? Kupanggil semua yang kukasihi di rumah untuk menyaksikan keindahan di ujung meja sana.
            Tangan pak Jan bergerak memberi isyarat padaku. Dia meraba lehernya. Lalu menarik-narik dasinya. Apa maksudnya? Dia menyombongkan bekas cukuran janggutnya? Atau menyombongkan dasinya? Oh, Tuhan haramkah bila kubayangkan aku merabanya? Glek! Tuhan aku malu, telah tamak menelan segala keseksiannya lewat dagu hijaunya.
            Gunungan pasir diotakku tiba-tiba meletus. Yayaya, aku mengerti, pikiranku kotor.
            Tapi dia tetap dengan gerakan itu. Lalu tangannya meraba-raba dadanya. Ya Tuhan, apa maksudnya?
Atau ada yang salah denganku? Kulirik bagian bawah daguku.
Oh, rupanya pak Jan melihat aku memakai Jilbab terbalik. Aku lupa! Aku belum membalikan lagi jilbabnya, sejak adegan pengejaran tadi. Begitu jelas. Karena benang ungu dari mesin jahit ibu Ratija begitu nekad terjahit di jilbab  salemku. Tanganku meraba bagian kepala, dimana ibu Ratija yang matanya rabun memaksakan fantasi daun, dan berarti yang nampak adalah jahitan balikannya.
            As-ta-ga. Penampilan yang memalukan, untungnya tak ada seorangpun yang menyadarinya. Mungkin mereka pikir aku memakai jilbab gaya baru.
            Akupun  ke luar ruangan dengan mengendap menuju ruang kosong, dan langsung membetulkan posisi jilbabku. Waktu aku masuk ruangan, orang-orang masih meributkan usulanku. Kulihat pak Jan mengangguk dan tersenyum ke arahku. Oh, tampan sekali dia.
Dia terlihat menarik nafas lega.
            “Oke, mulai sekarang, kita akan berpartner dengan industri-industri yang bermoral, dengan begitu, otomatis citra kita pun akan linier dengan semua misi-visi yang menjadi tanggung jawab kita, sebagai perusahaan jasa pencitraannya.” Pak Jan memecah keributan seputar meja, mendahului bu Kim.
            “Yee...!” aku menghitung pendukungku, 4 lawan 3. Nyaris. Jika pak Jan tidak dipihakku.
            “Kerja bagus Qon! Lho kayaknya tadi warna jilbabmu bukan hijau?” Bu Kim tersenyum puas padaku. Ternyata dia perhatian juga dengan warna jilbabku.
            Kuanggukan kepalaku penuh hormat. “Terima kasih, bu.”
            “Oke, Kita kerjakan detilnya, Qon!”  suara keras pak Rudi dibarengi sodoran donat dari tengah meja rapat.
            Aku melirik Kamila.  Aku yakin, dialah orang pertama yang menyadari jilbabku terbalik parah.  Pasti  dia sengaja membiarkannya.
Terima kasih Tuhan, kau naikkan aku hari ini lewat bantingan dua kali dari  Kamila.

***




BERSAMBUNG 

Tidak ada komentar:

Translator: