Jumat, 10 Juni 2016

TELELOVE. Bagian 14.

Putri. 5
RUMAH SUSUN  



Android adalah robot yang menyerupai manusia. Android kriminal biasanya racikan para tukang rekayasa  untuk menjalankan  otak kriminal mereka. Karena  para insinyur jahat ini tak punya otot dan nyali untuk melakukan kejahatannya sendiri.
   Sedang manusia buatan  adalah mahluk jadi-jadian. Mereka kebanyakan adalah pelaku kriminal karena keadaan. Kebanyakan dari mereka melakukannya  hanya untuk sekedar bertahan hidup.
            Kamilah yang salah memberi status  manusia buatan itu sebagai ‘bukan warga’, tapi kami menggolongkan mereka sebagai mahluk liar, seperti kucing, tikus, kecoa yang jumlah populasinya semakin tak masuk akal.
            Para manusia buatan ini menjadi Kelompok mengenaskan. Manusia buatan  seharusnya bekerja pada orang kaya, karena memiliki kemampuan khusus. Mereka bisa  dijadikan bodyguard, penghibur profesional, atau sekedar tenaga perasan untuk pekerjaan-pekerjaan berbahaya seperti menyelam dipalung, merayapi dinding-dinding gedung pencakar langit,  atau kelinci percobaan para ilmuwan.
            Mereka, para manusia buatan  itu, memang berkemampuan, tapi tidak berdaya untuk membebaskan diri dari majikannya, karena di dalam otak mereka ditanamkan chip penyengat, yang dapat bertindak spontan begitu si manusia buatan  melampaui hak edarnya, atau memberontak terhadap majikan. Memang banyak yang diujung frustasinya, para manusia buatan melarikan diri. Untuk bunuh diri. Mereka meledak otomotis begitu keluar dari jarak edar. Mengenaskan.
            Sedang manusia buatan  yang bebas, kebanyakan merupakan produk  gagal Tidak sesuai dengan baku mutu. Terutama masalah kegagalan implant chip ‘penyengat’, dikepalanya.  Jadi mereka mampu kabur, dan menjadi liar. Sementara penampilan mereka yang abnormal, menjadi penghalang bagi mereka untuk berbaur dengan masyarakat biasa.
            Mereka, para manusia buatan  dan mutan ini dipanksa tumbuh dan kembang di dunia kami yang tidak bersahabat. Dunia kami yang pengap dan dipenuhi aroma kecurigaan di mana-mana. Kami ada di planet yang sama.
Kelebihan para manusia buatan telah membuat mereka menjadi pekerja-pekerja berkualitas diatas manusia pada umumnya, dan mereka mau diupah rendah. Kecemburuan social menjangkiti setiap sudut kehidupan kami. Bagi manusia buatan yang tak beruntung atau pengangguran, dengan bakat buatannya, mereka menjadi pelaku criminal yang trampil. Secara otak maupun otot.
Jelas sekali keberadaan mereka menyempitkan kesempatan kami. Maka tidak heran bila   paranoia benar-benar menyelubungi kehidupan kami.   Apalgi bila  kami menyadari ada mansis atau mutan diantara kami. Sadar atau tidak, kami telah membuat jiwa sosial kami menjadi cacat.
***

Kami menyusuri wilayah lain yang terdiri jalan sempit diatas gorong-gorong kota.  Jangan tanya baunya, karena gorong-gorong itu adalah aliran buangan segala limbah cair.
            Jika dulu dunia  menandai hari dengan kokok ayam di pagi hari, nyanyian burung hantu di waktu malam, gemerisik Tonggeret di sore hari, Tekukur di waktu Magrib dan Subuh, kini kau pun akan tahu waktu, melalui limbah ini.
Pagi hari kau bisa mencium  bau amis dan busuk,  karena aliran darah dan kotoran dari pasar dan pabrik pengalengan daging yang sibuk dari subuh.
 Agak sore, kau bisa mencium bau amis dan busuk, karena limbah pengalengan ikan baru bekerja sore.
Siang kau akan mencium buangan pabrik A.  Jam 11.00 biasanya buangan pabrik B akan tercium, agak harum.
Kalau hari hujan, kau bisa mencium bau busuk 100% tanpa campuran apa-apa sebagai akibat dari gas H2S yang pabriknya entah yang mana, dan gasnya mengendap perlahan di perumahan susun  kumuh ini.
Semua bau busuk.  Terkadang  dari gorong-gorong ini, lewat lubang-lubangnya mengeluarkan asap. Asap yang jika mengenai mata, mata kami akan perih dan berair. Seorang aktivis lingkungan menempelkan alat sensor di tepi selokan ini, hingga sensornya akan menyala begitu menangkap hembusan uap berbahaya dari lubang dalam selokan. Nyala sensornya akan menyalakan sirine. Berikutnya,  ketua gedung  akan bicara lewat toa agar kami menutup semua lubang dengan penyaring udara.
Huuft, aku setengah berlari mengejar gaya jalan para wanita  yang berkaki panjang . Diatas gorong-gorong yang mengalir cairan bau di dalamnya. Tanganku aku sembunyikan dibalik saku jaket ini.
Akhirnya kami sampai di gardu, tempat semua instalasi dikendalikan. Seperti yang kami duga, benar saja, petugas keamanannya sedang ‘merana’. Dia digantung di atas. Mulutnya ditutup lakban. Dengan posisi terbalik dia bergerak sia-sia, seperti cacing kepanasan di tengah gurun.
Dengan cekatan, ibu-ibu langsung menurunkannya, sementara seorang yang lain berusah menyalakan mesin instalasinya.
“Apa yang terjadi?”
“Kalian... cepat lari, ini jebakan!”
Si penjaga terkulai lemas.
“Ha? Hahahaha... siapa yang mau menculik kami, para emak-emak ini?”
“Pemburu organ.”
“Haaaaaaaaaa...?”
“Bagaimana dengan  airnya?”
“Persetan dengan airnya.”
“Cepat lari!”
Tapi aku tak sepanik dan sebodoh ibu-ibu itu. Bagaimana mungkin mereka akan menculik gerombolan ibu-ibu? Memang gerombolan penculik berapa banyak?
“Qon!”
“Ya... aku akan membuat airnya menyala dulu.”
“Cepat.”
Aku berbalik, dan membuat petugas keamanan itu berdiri. Dia berjalan dengan lemah.
“Kau yang namanya Qonita?” tanyanya menatapku cemas.
“Ya, cepat airnya pak, sebentar lagi akan dimatikan dari pusat.”
“Mereka menyebut-nyebut namamu.” Petugas keamanan menatapku tegang.
“Apa?”
Petugas itu mendorongku untuk pergi. “Cepat! Mereka cuma sembunyi...” mulutnya berbisik menekan.
Perlu panikkah aku? Seperti biasa, pasir otakku berguruh lamban.
Begitu menyadari apa tujuanku,  aku bunyikan alarm bahaya yang ada di depan tombol-tombol kontrol aneka instalasi. Tak kuingat lagi tombol mana yang aku pijit kode alarmnya. Bunyi ‘peringatan air akan mati’, bunyi ‘ada asap berbahaya’, bunyi ‘peringatan listrik akan mati’. Bunyi peringatan banjir . Bunyi jam malam.
            Bunyi apakah ini? Bunyi alarm kebakaran setiap gedung. Bunyinya meraung-raung. Memaksa penghuni gedung berhamburan lari ke luar gedung.
            Asyik! Semoga pijitanku membuat para penjahat itu bingung mengejarku. Jalanan sempit yang membelah gedung-gedung rumah susun mulai dipenuhi orang-orang. Bahkan riuh rendah suara terdengar .

            “Kebakaraaaaaannnnnnn...!”



BERSAMBUNG.....

Tidak ada komentar:

Translator: