Selasa, 21 Juni 2016

TELELOVE Bagian 27

PANGERAN. 10

HALLO!





Kamu yakin, dia masuk sini? suara para pendatang itu. para lelaki.
Yah, lihat saja rekaman kamera pengintainya
Mati aku! Kukira kamera pengintai hanya ada di hutan Buwatan. Ternyata di gedung huniyan orang juga ada! Dan mereka memang mencariku!
Kurasakan seseorang mendekatiku. Lalu terasa orang itu menarik Dinda. -Ah, dia ngompol. Sial.- Dia mendudukan Dinda lagi di atas pangkuanku. Syukurlah.
Nenek Tua! Awas kau bila kau menyembunyikannya. Semua pelanggaran dapat dibuktikan. Dan kau harus tanggung sangsinya!- suara serak seorang pria terdengar.
Lalu terdengar pintu dibanting.
Karpetku dibuka oleh... oleh... lutfi?
Aku masih gatal dan mulai bergerak-gerak.
Ibu, kenapa dia? lalu semuanya bersuara dengan bunyi anak-anak.
Aku mulai berdesah, berdesis, mengeluarkan suara. Pandanganku berputar. Pasti karena bebrapa hari ini dokter Rut tidak menyuntikan obat ke tubuhku. Aku bisa melihat, anak-anak yang agak besar memeluk adik-adiknya yang kecil. Wajah mereka seperti itu. Antara takut dan khawatir.
Bahkan kedua bayipun diam.
Akhirnya aku mengelupas. Dan aku lunglai.
Waaaaaaaaaa. suara kagum, ngeri, takjub, kaget, bingung menghujani diriku. Anak-anak kecil menjumputi guguran kulitku. Nampak mereka mengaggumi kulit lepasku.
Buka ikatannya! suara bu Ratija terdengar cemas.
Ibu, tapi kata ibu, dia mungkin berbahaya. kalau tak salah dia namanya Karin.
Dia lemas. kata ibu Ratija mulai membuka ikatannku
Kenapa?
Tadi kita sudah membaca tentang mansis bukan?
Tidak, dia adalah yang musuh  polisi-polisi gadungan tadi.
Kata siapa, ibu?
Musuh polisi gadungan pastinya ‘orang’ baik-baik.
Polisi gadungan itu, apa kakak?
Ah, sudahlah, kalau kau besar kau akan mengerti. Cepat buka ikatannya!
Anak-anak ramai berswara. Karin dan Nisa anak terbesar membuka taliku.
‘Terima kasih’, tapi aku tak bisa  mengucapkannya. Kusentuh bibirku dan dadaku ku tepuk. Bahasa tubuh yang diajarkan dokter Rut.
Karin dan Nisa saling berpandangan. Mereka tersenyum, hangat. Lalu memapahku ke tempat tidur.
Aku terlentang. Dikelilingi anak-anak kecil. Dokter Rut aku jadi ingat kisah puteri salju yang pernah kau ceritakan itu. Kira-kira keadaanku  seperti gambar putri Salju yang dikelilingi 7 kurcaci.
Dan perasaan ini, bagaimana aku menggambarkannya?
Rasanya pasti pedih.Kata Ibu tua di ujung tempat tidur.
ssssshhh... fuh... fuh... Ilalang meniupi lenganku yang memerah muda.
Fuh... Fuh...Dinda mengikuti kelakuannya.
Fuh... fuh... lutfi mengikutinya.
            ‘Hai... kenapa...?’ aku menengok ke arah ibu Ratija.
            Itu cara kami, menghilangkan sakit pada anak-anak ‘bayi’ kami. kata ibu Ratija diujung  tempat tidur. Sepertinya dia tahu apa yang ingin  aku ucapkan.
            Dokter Rut, kmu pasti bilang tiupan itu adalah perilaku primitif. Tapi aku rasa efeknya lebih cepat dari pada obat suntikmu.   ntah bagaymana menjlaskannya,  dengan tiupan anak-anak kecil aku merasa nyaman, hangat, dan ada rasa ngilu didada.
            Air mataku menetes!
 Inilah pertama kali aku menangis! Aku baru tahu kenapa dokter Rut suka menangis di depanku. Rasanya pasti seperti ini.

                                                                        ****








BERSAMBUNG


Tidak ada komentar:

Translator: