Kamis, 16 Juni 2016

TELELOVE. Bagian 23


Putri. 9
SANG BINTANG




Oh wangsit! Turunlah! taburkan pasir dikepalaku ini dengan semesta inspirasi. “Qon?”


“Hmmm, pertama-tama kita akan membayar seorang dokter  spesialis perkembangan anak. Dia akan mengamati perkembangan anak dari sisi fisik dan jiwa. Jadi kita akan melihat perbedaan sebelum dan sesudah ‘pengasuhan’ seorang Android yang dilengkapi ASI refill.”
“Akan lama Qon, kita butuh sesuatu yang cepat dan cepat jadi uang. Dan kita bisa cepat berburu iklan baru lagi.” Suara Kamila sengau
“Biasanya kontrak iklan berlangsung berapa lama?” tanyaku entah pada siapa.
“enam bulan? Setahun?” jawab Maria.
“Jangan sampai kita buang-buang energi untuk satu iklan saja.” Suara Kamila dengan intonasi meninggi.
“Kalo jadi iklan berkontrak lama, Kita bisa bikin iklan series.” Usulku.
“Bisa untuk tumpangan iklan layanan masyarakat tentang kesehatan. Rekanan pasti suka.” Aku mendengar suaraku bersemangat.
“Akan banyak biaya, sementara kita tak bisa melayani rekanan lain yang mengantri yang jelas-jelas cukup kita buatkan dengan metode atau teknik yang sederhana.” Suara Kamila bias.
“Atau layanan tips pengasuhan...” pak Rudi menyahuti.
“Yang dibawakan oleh seorang android!” ditimpahi Maria.
“GILA!” jelas Kamila tidak tahan dengan kegairahan satu arus di meja ini.
Semuaa menengok ke arahnya.
“Oke, siapa yang merasa waras silahkan ke luar ruangan.” Bos Willy seperti biasa, menjadi bom di puncak acara.
Semua diam.
Tanpa ragu Kamila berdiri, mengangguk sedikit hormat kepada bu Kim dan pak Jan, lalu berjalan ke luar ruanngan. Aku salut atas sikap terus terangnya.
“Oke, kalau begitu, teruskan keributan kalian, kami ada urusan yang lebih penting. Mari pak Jan, Rudi!”
Rudi segera bangkit membukakan pintu untuk pak Jan dan bu Kim dengan sikap penuh hormat. Ketiganya meninggalkan kegaduhan ruang rapat. Aku menatap pintu tertutup itu dengan perasaan tak menentu. Nanti sore atau malam aku akan pulang ke rumah orang itu (pak Jan)lagi?!
***
           
Aku semakin bergairah mengerjakan iklan ASI refill.  Apalagi bila mengingat ini semua untuk kesejahteraan Rahman dan Rahim. Jadi bila rekanan akan setuju dengan konsepku, maka beban ibu Ratija akan ringan dalam mengurus Rahman Rahim, karena hibah android itu, dapat mangasuh si kembar sekaligus menyusuinya.
            Ya, produsen ASI refill itu harus mau menyediakan seorang androiid untuk meringankan kerepotan ibu Ratija. Jadi Ibu Ratija tak akan sakit dan kelelahan lagi.
            Oke jadi seperti apa proposal provokasi itu? Proposal yang akan membuat rekanan tidak akan menolak keinginan kami. Seharusnya Kamila telah mengirimkan contoh proposal rayuan itu kemarin. Tapi kita sekarang tahu kan, seperti apa Kamila itu?
            Aku harus bisa mandiri! Tunjukan bahwa kamu bisa! Jangan buat malu pak Jan. kalo bisa buat pak Jan jatuh hati karena proposal provokasi itu.
            Kamu pikir mustahil? Aku kira ‘keyakinan doa kita, doa ibu Ratija, dan usaha, cukup menjadi kombinasi keberuntungan’. Aku bersemangat di tengah badai pasir otakku yang tak jua mencetuskan inspirasi apapun.
            Proposal provokasi itu apa? Proposal yang membuat pak Jan takluk padaku. Ya Tuhan, ijinkan hati ini diisi oleh selain dariMu.
            “Qon, ada orang cari kamu.” Kamila muncul diatas dinding pemisah  meja kami. Melihat Kamila tiba-tiba muncul dibelakangku, aku segera mematikan dan keluar dari komputerku. Aku tak ingin lagi kecuriaan ide hanya gara-gara lupa log out dari komputerku. Apalagi aku baru saja mendapat ‘proyek hebat’. Aku tak boleh  terkena sabotase. Kita harus selalu waspada bukan? 
            “Siapa?”
            “Entahlah, orangnya semacam kamulah. Kampungan.” Suara Kamila kini terdengar lebih natural. Sinis, mengejek.
            “Oh, itu mungkin...” aku cepat menutup mulut. Itu pasti Wanda, gadis  suruhan ibu Ratija. Kalau dibilang kampungan, Wanda lebih nampak norak dan kumuh dibandingkan aku. Maklum, sejak kecil dia lebih merana dan tak terurus dibanding aku dan adik-adikku. Ibu pasti mengirimi aku baju, agar aku tak pulang sementara ke rumah.
***

Saat pintu lift terbuka, mataku langsung menangkap sosok Wanda yang berdiri lusuh di tengah interior modern dan mewah,  Lobi kantor.
            “Qon!” wajahnya terlihat cerah melihatku berlari ke arahnya.
            “Bagaimana ibu Ratija dan anak-anak?” aku langsung menggandengnya untuk duduk di tempat yang tersembunyi. Bukan karena aku malu orang selusuh Wanda menemuiku, tapi karena aku merasa tak enak dia datang di jam sibukku. Begitu kami duduk, kukeluarkan 2 kotak jus buah. Tanpa ditawarkan, dengan cepat Wanda langsung menyambarnya, satu.
            “Mereka mengkhawatirkanmu. Orang-orang membicarakanmu. Sebenarnya ada apa Qon?” tanyanya sambil menyeruput minumannya. Wanda mulai berkecap-kecap kenikmatan.
“Menurutku kau belum aman untuk pulang. Orang-orang pun bilang begitu. Jika kau pulang beberapa rumah susun di sana terancam kacau lagi.” Katanya diselang seruputan lagi.
            “Wah Seserius itu? Bagaimana mungkin?”
            “Aku tak tahu, sepenting apa dirimu, hingga kau dicari para preman dari kelompok  bertatto Kupu-kupu.  Beberapa rumah dimasuki preman bertatto Kupu-kupu. Keadaan menjadi mencekam.”
            “Oh? Preman bertatto Kupu-kupu? Apa hubungannya denganku?”
            “Itu yang ingin aku tanyakan, bodoh!” katanya dengan mata melotot padaku seolah aku telah berbuat salah padanya.
            “Aku tak tahu apa salahku, Wanda.”

            “Carilah jawabnya! Agar kami tahu! Oke? aku tak bisa lama. Hmm kata ibu Ratija, aku bisa minta ongkos ‘kurir’nya padamu. “ Wanda tersenyum kaku. Haha, mana mungkin mengharapkan sahutannya seperti ini: ‘Cari jawabnya, agar kami tahu cara menolongmu!’




BERSAMBUNG.....

Tidak ada komentar:

Translator: